Minggu, 16 Agustus 2009

4 Tangis Dua Sahabat

Begitu Anna Althafunnisa selesai menjawab pertanyaan tentang cinta, moderator membuka termin kedua.

Ashar masih dua puluh menit lagi. Anna Althafunnisa menyentuh bahu Husna. Spontan Husna mencondongkan wajahnya ke arah Anna.
Maaf Mbak Husna, saya tidak bisa mengikuti sampai acara. Saya harus minta diri sebab ada janji. Sekali lagi saya mohon maaf sebenarnya saya ingin berbincang-bincang dengan Mbak Husna panjang lebar. Insya Allah saya janji akan berkunjung ke rumah Mbak Husna. Tolong alamatnya di tinggal saja di panitia. Mohon maaf jika saya dirasa kurang pantas mendampingi Mbak Husna.
Sebenarnya yang mendampingi seharusnya Ibu Nila Kumalasari, M.Ed. Dosen Fakultas Tarbiah STAIN, tapi mendadak beliau ada halangan. Saya dipaksa untuk menggantikannya." Pamit Anna pada Husna setengah berbisik.
"Aduh saya berterima sekali Mbak Bintun. Agaknya saya harus banyak belajar sama Mbak. Puisi Mbak tentang cinta luar biasa. Benar ya kapan-kapan main ke rumah." Jawab Husna.
Insya Allah." Jawab Anna. Lalu beranjak meninggal-kan aula. Husna sama sekali tidak tahu identitas gadis jelita yang mendampinginya itu. la hanya itu dia adalah seorang guru yang mengajar bahasa Arab di pesantren. Namanya Bintun Nahl. Dalam hati Husna berkala,
Jika nanti Mas Azzam pulang dan ternyata Mbak Bintun Nahl tadi belum bersuami dan tidak ada yang punya, bisa jadi kakak ipar saya. Orangnya cantik dan kelihatan cerdas."
Termin kedua tak kalah serunya dengan termin pertama. Karena para santri mengetahui Anna juga seorang psikolog, banyak juga yang bertanya tentang permasa-lahanpermasalahan yang mereka hadapi sehari-hari.
Mbak Husna yang saya hormati. Saya punya satu pertanyaan, maaf kalau keluar dari tema diskusi kali ini. Saya ini sering sakit hati karena marah pada teman. Sering marah pada orang lain yang berbuat salah pada saya. Meskipun dia telah minta maaf tetapi hati saya sering masih sakit. Ini kenapa ya Mbak? Apa yang harus saya lakukan." Tanya seorang santri lelaki bernama Toni yang masih kelas dua Madrasah Aliyah.
Dengan tenang Husna menjawab pertanyaan itu,
Dik Toni, yang perlu kamu lakukan adalah membuka pintu maafmu yang setulus-tulusnya pada orang yang menyakitimu. Jika kamu masih merasa sakit hati padahal dia sudah minta maaf maka itu berarti kamu belum benar-benar memaafkannya. Salah satu ciri kita telah tulus memaafkan orang lain adalah jika kita tidak lagi terbelenggu oleh rasa sakit hati kita karena perbuatan orang lain itu. Memberi maaf itu Dik mampu membuka belenggu-belenggu sakit hati. Mampu menyingkirkan kebencian. Dan memaafkan adalah kekuatan yang sanggup menghancurkan rasa mementingkan diri sendiri! Dan ingat Dik, ketika kamu memberi maaf itu tidak berarti kamu lebih rendah atau kalah. Justru ketika kamu bisa memberi maaf kamu telah menang dan kedudukanmu lebih terhormat dibandingkan orang yang kamu beri maaf!" Acara bedah kumpulan cerpen itu selesai tepat saat azan ashar dikumandangkan. Husna, Zumrah dan Siti diajak panitia ke kantor pengurus pesantren. Para santri bubar untuk bersiap shalat ashar.
Silakan masuk Mbak Husna. Mbak wudhu saja di kamar mandi yang ada di dalam kantor supaya tidak berebutan dengan santriwati. Setelah ashar nanti ke sini lagi. Anak-anak banyak yang ingin foto bersama dan minta tanda tangan." Kata Nafisah pada Husna. Husna mengikuti saja apa yang diminta panitia. Ia, Zumrah dan Siti masuk kantor. Ia dan Siti lalu mengambil air wudhu. Sementara Zumrah hanya duduk di sofa.
Mbak Zumrah sedang tidak shalat ya? Sedang datang bulan?" Tanya Nafisah.
Zumrah hanya menganggukkan kepala.
Ketika iqamat dikumandangkan, Husna diiringi Siti dan Nafisah melangkahkan kaki ke masjid. Di depan pintu masjid tiga orang santriwati yang bertemu Husna langsung menyalami dan mencium tangan Husna. Husna jadi salah tingkah. Husna ketinggalan satu rakaat.
Selesai ashar, Husna disibukkan meladeni para santriwati yang ingin berfoto bersama. Lalu ia sibuk menandatangani ratusan buku kumpulan cerpennya milik para penggemarnya. Di tengah-tengah kesibukannya menandatangani kumpulan cerpen itu ia bertanya pada Nafisah,
Dik Nafisah, saya pernah dengar Pak Kiai Lutfi punya anak perempuan yang kuliah di Mesir ya. Apa dia masih kuliah di sana?"
Nafisah agak terkesiap mendengar pertanyaan itu. la jadi merasa berdosa pada Husna, karena tidak menjelaskan siapa sebenarnya Bintun Nahl. Tapi seperti itulah permintaan Anna. Untuk menjawab pertanyaan Husna, Nafisah tidak berani berbohong.
Tadi itu putri Pak Kiai Mbak?" Jawab Nafisah. “Yang jadi pembanding tadi?"
Iya."
Masya Allah. Kenapa kamu tidak mengenalkannya kepadaku sebagai putrinya Pak Kiai?"
Maafkan kami Mbak. Kami inginnya mengenalkan begitu. Tapi putri Pak Kiai tidak mau. Dia malah minta dikenalkan dengan nama pena yaitu Bintun Nahl." Nafisah merasa sangat bersalah.
O begitu. Ya nggak apa-apa. Siapa nama dia sebenarnya?"
Kami memanggilnya Neng Anna. Lengkapnya Anna Althafunnisa. Maafkan kami ya Mbak."
Santai saja. Ini masalah kecil. Kalian tidak salah.
Hanya nanti sampaikan pada Neng Anna, dia berjanji mau main ke rumah saya. Saya tunggu janjinya. Jika tidak dia tepati dia munafik gitu ya."
Iya." Husna terus menandatangani buku-buku itu.
Na, gimana rasanya memiliki banyak fans?" Tanya Siti menggoda.
Kamu pengin ya Ti? Makanya nulis!" Jawab Husna santai.
Mumet9 9 Pusing. aku kalau disuruh nulis Na. Mending nanam padi di sawah!" Tukas Siti.
"Aku kalau diminta menanam padi di sawah malah mumet, Mending nulis." Balik Husna sambil terus mengambil buku, membukanya dan menandatanganinya.
Zumrah tidak bisa menahan diri.
Kalau aku diminta nulis atau diminta menanam padi mumet semua!" Nafisah hanya tersenyum saja mendengar percakapan tidak perempuan yang menjadi tamunya itu.
Sayup-sayup Husna mendengar lantunan bait-bait syair yang dilantunkan bersama-sama dari gedung yang ada di belakang kantor pengurus pesantren putri, Alhamdulillahi alladzi qad waffaqa Lil 'ilmi khaira khalqihi wa littuqa Hatta nahat qulubuhum li nahwihi
Itu bunyi syair apa Dik?" Tanya Husna pada Nafisah. “Itu syair nadham 'Imrithi Mbak." Jawab Nafisah.
Isi syair itu apa Dik?"
Syair-syair itu memuat kaidah-kaidah kunci tata bahasa Arab. Nadham Imrithi itu nama sebuah kitab berisi ilmu nahwu Mbak. Ilmu nahwu itu ya ilmu tata bahasa Arab."
O, begitu."
Ini Mbak masih tiga." Nafisah menyodorkan tiga buku yang langsung ditandatangani Husna satu persatu.
Alhamdulillah sudah selesai." Husna mengambil nafas lega.
Kalau begitu aku bisa bicara Na?" Tanya Zumrah dengan suaranya yang serak-serak basah. Sejak tadi Zumrah memang diam saja. la merasa hari mulai sore dan dia harus bicara dengan teman kecilnya itu.
Husna jadi teringat kenapa Zumrah sampai ikut dengannya ke pesantren itu. Bahkan sampai mengganti pakaiannya yang mengumbar aurat dengan gamis dan jilbab yang menutup aurat.
Oh iya Zum. Maaf ya. Kita bisa bicara sekarang."
Tapi aku ingin hanya berdua." Husna lalu minta ijin pada Nafisah untuk menggunakan kamar pengurus itu hanya untuk dia dan Zumrah saja. Sementara Siti pamitan minta diri,
Terus menulis ya Na. Aku tunggu karya berikutnya. Jangan pernah lupa aku pembaca setia karya-karyamu. Aku adalah pecinta sastra meskipun aku seorang petani yang kerjanya setiap hari belepotan lumpur di sawah."
Iya. Terima kasih Ti ya. Salam buat ibu. Kalau pas kamu ke Kartasura atau ke Solo mampir. Nanti aku bikinin nasi goreng babat pete kesukaanmu. Okay?"
Beres." Maka tinggallah mereka berdua; Husna dan Zumrah di kamar pengurus itu. Zumrah mengambil nafas lalu bicara.
Aku dalam masalah serius Na. Aku tak tahu lagi harus bagaimana?"
Masalah apa itu?" “Aku sedang hamil Na?" “Apa!?... Hamil!?"
Ya, Na."
Yang benar Zum!?"
Benar Na. Aku sedang tidak bergurau."
Kau sudah menikah?" Zumrah menggelengkan kepala.
Jadi!?" Husna kaget bukan kepalang. Berarti berita yang tersebar di dukuh Sraten benar.
Ya. Aku telah berzina Na. Aku perempuan kotor Na!"
Tapi kamu tahu siapa ayahnya!?"
Zumrah kembali menggelengkan kepala sambil berkata lirih,
Aku tak tahu persis Na. Aku perempuan kotor." Lalu tangis Zumrah pecah. Perempuan itu menutup kedua mukanya.
Kau hamil karena diperkosa?"
Tidak Na. Aku tidak diperkosa Na. Sudah kukatakan aku ini perempuan kotor Na. Penuh borok dan dosa. Aku ini perempuan yang buta mata dan buta hati sampai mana ayah janin yang ada di perutku ini pun aku tidak tahu. Aku harus bagaimana Na?"
Aku tidak tahu Zum. Tapi kenapa kamu lakukan ini semua Zum? Kenapa kamu tidak menikah secara baik-baik saja?" Tanya Husna sambil menahan perih dalam hatinya.
Itulah yang ingin aku lakukan Na. Tapi ayahku menghalanginya. Aku frustasi akhirnya kuhancurkan diriku sendiri!"
Aku tak paham maksudmu. kamu harus mencerita-kan dengan detil dan jujur, Zum. Baru kita akan cari jalan keluarnya."
Terima kasih Na. kamulah temanku yang selalu bisa kuajak bicara. Aku tidak kuat lagi menanggung ini !"
Sudah ceritakanlah dengan cepat, jujur dan jelas. Kita tidak punya banyak waktu di sini."
Baik Na. Dulu entah kamu masih ingat atau tidak, aku pernah cerita kepadamu sebenarnya aku ingin selalu di rumah. Di dukuh Sraten. Bersama kedua orang tua. Tapi lulus SD aku dititipkan Budeku di Ungaran. Karena saat itu ibuku sedang ribet-ribetnya ngurus anak. Dan ekonomi keluarga sedang susah-susahnya. Aku manut sama orang tua.
Aku tinggal tidak kurang suatu apa pun di rumah Bude selain kasih sayang dan perhatian. Budeku dan Pakdeku itu dua-duanya bisnismen. Jarang di rumah. Sebenarnya pembantu Bude baik padaku. Tapi yang jadi sumber petaka dan masalah adalah anak Bude. Hal ini belum pernah aku ceritakan siapa pun sebelumnya.
Aku pernah cerita anak Budeku sangat bebas pergaulannya. Pernah ditangkap polisi karena obat-obatan di Kopeng. Anak Budeku inilah sebenarnya yang merusak hidupku. Dia umurnya lebih tua tiga tahun di atasku. Saat aku kelas dua SMP berarti dia kelas dua SMA, dia menggagahiku. Di rumahnya. Ketika tidak ada siapa-siapa."
Innalillah!" Husna tersentak kaget.
Zumrah lalu menangis tersedu-sedu.
Na saat itu aku tak punya tempat untuk mengadu.
Aku tak berani mengadu pada Pakde dan Bude. Juga tak berani mengadu pada ayah dan ibuku. Aku takut pengaduanku membuat ayah dan ibu akan bertengkar dengan Pakde dan Bude. Aku diam saja. Aku hanya bilang sama ayah bahwa aku ingin pulang saja kembali ke rumah.
Tapi ayah tetap memaksa agar aku kembali ke rumah Bude.
Ayah ingin aku menyenangkan Bude karena Bude sedang memberi modal pada ayah untuk usaha jualan buah. Akhirnya dengan terpaksa aku kembali ke Ungaran.
Dan yang lebih menyakitkan lagi Na... kejadian itu tidak hanya sekali, berulang kali menimpa diriku. Sampai tak terhitung jumlahnya. Bahkan bisa dipastikan ia melakukannya setiap kali Pakde dan Bude ke luar kota. Dan pada saat kelas dua SMA aku hamil. Aku gugurkan kandunganku diam-diam. Tak ada yang tahu. Sampai akhirnya aku kuliah di Jogja.
Anehnya Na, aku justru tidak terlalu dendam pada anaknya Bude itu. Aku tahu dia memang nakal dan jahat sejak sebelum aku tinggal di sana. Tapi aku justru dendam pada ayah dan ibuku. Aku tidak bisa memaafkan mereka karena aku merasa ditelantarkan. Dibuang ke rumah Bude yang menyebabkan aku jadi korban kejahatan. Sejak itu aku selalu cari perkara untuk melampiaskan dendamku. Jika banyak anak mencari tahu apa yang membuat senang orang tua, aku sebaliknya. Aku mencari tahu apa yang paling tidak disuka oleh orang tua. Pokoknya semua yang membuat orang tua sakit hati pasti aku lakukan. Ini aku katakan dengan jujur Na. Aku tidak pernah mengatakan hal ini pada siapapun. Hanya padamu.
Karena hampir setiap kali pulang aku selalu menyakitkan ayah ibu, akhirnya mereka menyetop uang kuliahku. Aku tak ambil pusing. Aku bisa mencari uang sendiri dengan modal kecantikanku. Apalagi aku toh telah menjadi gadis yang rusak karena diperkosa.
Sampai klimaksnya satu bulan yang lalu Na. Aku bilang pada ayahku aku mau nikah dengan pacarku yang berbeda agama. Aku sudah tahu reaksi ayah dan ibuku pasti akan marah besar. Memang itulah yang aku inginkan.
Saat mereka marah, aku pergi begitu saja sambil menutupi dua telinga.
Lalu aku teror kembali mereka dengan menunjukkan hasil test Prodia bahwa aku telah hamil. Aku katakan pada ayah dan ibu bahwa aku hamil dengan pacarku yang beda agama. Padahal sesungguhnya tidak. Aku hamil dengan orang yang tidak aku ketahui yang mana.
Ayah marah besar. Dadanya sakit lalu jatuh. Mungkin serangan jantung. Aku lari ketakutan. Sampai sekarang Na. Aku dengar ayah meninggal dunia karena itu.Aku tidak mengira hal itu akan terjadi. Kini aku sadar, aku khilaf Na. Aku sudah sangat keterlaluan! Sekarang aku harus
bagaimana Na? Aku harus bagaimana? Sekarang semua orang membenciku, membenci pelampiasan dendamku. Aku harus bagaimana hu... hu..." Zumrah menangis sesengukan. Suasana menjadi hening seketika, mata Husna berkacakaca. la pun tak menduga kalau sahabatnya sampai mengalami perjalanan hidup seperti itu. Tangisnya pun pecah, ia tidak kuasa mendengar cerita sahabatnya itu. Ya, sebuah cerita yang benar-benar menyayat hatinya. Cerita tentang rasa sakit hati yang luar biasa pedih dari seorang sahabat. Ia merangkul sahabatnya itu. Keduanya menangis berangkulan.
Kau tidak pindah agama kan Zum? Ukh... ukh..." Tanya Husna sambil terisak dengan tetap merangkul Zumrah.
Tidak Na. Aku tidak pernah pindah agama. Aku memang telah rusak. Aku jarang shalat, tapi aku tak pernah menyatakan pindah keyakinan. Aku sadar hal itu Na." Jawab Zumrah.
Kau tetap sahabatku. Aku akan berusaha membantumu semampuku Zum."
Terima kasih Na. Apa yang harus aku lakukan Na? Aku selalu mendengarkan rubrik psikologimu di radio. Tolong beri aku saran!"
Baiklah Zum." Kata Husna sambil melepaskan rangkulannya. Ia mengusap kedua matanya yang basah.
Husna lalu melanjutkan,
Yang pertama kali harus kamu lakukan adalah kamu memaafkan ayah dan ibumu. Maafkanlah mereka dengan setulus hati. Barulah setelah itu kamu akan bisa hidup. Jika kamu tidak bisa memaafkan mereka dengan tulus kamu akan terus terbelenggu. Tadi di acara bedah aku katakan memberi maaf itu mampu membuka belenggu-belenggu sakit hati. Mampu menyingkirkan kebencian. Dan memaafkan adalah kekuatan yang sanggup meng-hancurkan rasa mementingkan diri sendiri!
Karena selama ini kamu tidak mau memaafkan. kamu selalu mementingkan dirimu sendiri. kamu menganggap dengan sikap diammu, dan memendam sakit hatimu seorang diri akan menyelesaikan masalah waktu itu.
Memang benar, ayah ibumu dalam dilema waktu itu. Di saat kesusahan ekonomi, ia harus tetap mempertahankan kamu untuk tetap sekolah dan menjaga hubungan baik dengan Pakde dan Bude. Tapi ayah dan ibumu tidak tahu kalau anaknya Bude sekotor itu. Dan ketika permasala-han semakin rumit, kamu malah menganggap ayah dan ibumu menjerumuskan kamu. Padahal mereka benar-benar tidak tahu permasalahanmu itu. kamu tak pernah peduli betapa sakitnya kedua orang tuamu dengan perbuatanperbuatanmu. Dan ketika ayahmu sudah meninggal, yang jadi korban bukan hanya ibu kamu bahkan yang jadi korban adalah juga ketiga adik kamu yang masih membutuhkan kasih sayang seorang ayah."
Tapi rasanya sangat susah aku memaafkan mereka."
Zum, mana ada orang tua yang ingin menelantarkan anaknya? Kamu salah alamat Zum. Seharusnya kamu tidak membenci dan mendendam pada mereka. Seharusnya kalau kamu harus dendam ya dendamlah pada anak Budemu yang jahat itu."
Tapi ia sudah mati ditembak polisi Na."
Kenapa dosa penjahat yang sudah mati kamu lampiaskan pada orang tuamu. Sebenarnya aku yakin tujuan ayah dan ibumu saat itu baik. Kamu disuruh tetap di tempatnya Bude agar kamu bisa sekolah dengan baik. Kalau kamu saat itu cerita yang sebenarnya kamu alami pada ayahmu mungkin akan lebih baik. Belum tentu ayahmu, ibumu, Budemu dan Pakdemu akan marah padamu. Bisa jadi mereka justru akan sangat sayang padamu dan mereka akan mencari cara terbaik bagaimana mendidik anak Budemu yang nakal itu. Karena kamu diam saja, semuanya jadi parah separah-parahnya dan tidak ada yang tahu. Tahu mengalami nasib seperti ini. Anak Budemu tetap jadi penjahat dan mati di tangan polisi. Dan ayah kamu mati kena serangan jantung karena terormu."
Apakah aku di matamu sudah terlalu kotor dan jahat Na?"
"Sekotor-kotornya manusia dan sejahat-jahatnya manusia, pintu ampunan Allah terbuka lebar. Selalu ada pintu kembali ke jalan kesucian dan kebaikan."
Benarkah Na?"
Benar. Awalilah langkahmu dengan memaafkan kedua orang tuamu yang kamu anggap sudah tak termaaf-kan. Maafkanlah mereka. Lalu maafkanlah dirimu sendiri.
Lalu melangkahlah di jalan orang-orang normal pada umumnya!"
Apa seperti ini aku tidak normal Na?"
Tanyakanlah pada nuranimu. Pada hati kecilmu sendiri Zum. Nuranimu lebih berhak menjawabnya. Hanya itu yang saat ini aku sarankan Zum. Ini sudah sore.
Ayo kita minta diri."
Aku sekarang tak tahu harus kemana melangkahkan kaki Na. Aku bingung. Aku dengar pamanku yang polisi itu sangat marah dan aku akan dibunuhnya. Aku takut Na. Bagaimana ini?"
Kita pamit dulu. Nanti aku akan coba berbicara dengan pamanmu. Dan jika kamu mau menjalankan saranku tadi, aku akan membantu menjelaskan pada ibumu dan warga agar adil memperlakukan kamu. Ayo kita pamit. Hari sudah petang."
Baik Na. Tapi aku mau cuci muka dulu."
Benar, aku juga." Keduanya lalu mencuci muka agar bekas-bekas tangis hilang dari wajah mereka. Setelah cuci muka, wajah keduanya tampak lebih segar dan bersih. Keduanya lalu minta diri meninggalkan Pesantren Wangen yang damai.
Hati Zumrah sedikit lega setelah bisa menangis dan menceritakan beban hidupnya pada Husna. la hayati betul kata-kata teman kecilnya itu. la harus memaafkan. Harus belajar memaafkan! Itu kuncinya. Husna mengendari sepeda motornya meninggalkan desa Wangen. la hanyut dalam diam. la tak pernah mengira teman sebangkunya di SD itu sebenarnya mengalami penderitaan batin yang sedemikian dalam. Jalan hidupnya penuh semak belukar dan duri tajam.
Sementara itu, Zumrah yang membonceng di belakang memandang lurus lekuk langit di kejauhan. Senja perlahan turun. la dapat melihat di kejauhan sana betapa sebagian besar kehijauan pepohonan telah menghilang di bawah langit petang.
la merasakan satu hukum alam, saat cahaya hilang maka kegelapan akan datang. la jadi bertanya apakah cahaya dalam hatinya selama ini telah hilang, sehingga yang ia rasakan hanyalah kegelapan dan kelam?
Zum." Sapa Husna dengan tetap tenang mengendarai sepeda motornya ke arah Tegalgondo
Iya Na." Jawab Zumrah.
Aku punya teman di Colomadu. kamu mau menginap di sana sementara."
Tak usah Na. Aku tak mau menyusahkan banyak orang. Aku nanti turun di Tegalgondo saja."
Kau mau menginap di mana?"
Hidup tanpa arah seperti ini aku sudah biasa. kamu tenang saja."
Terserah kamu lah. Maaf aku tak bisa menemanimu. Aku punya ibu dan adik yang harus aku temani."
Diriku ini jangan terlalu kamu ambil peduli. kamu mau mendengar ceritaku saja aku sudah sangat berterima kasih dan bahagia."
Jika perlu aku kirim kabar ya. kamu boleh juga mampir di radio. kamu pasti tahu jamnya."
Baik Na. Terima kasih banget ya."

0 komentar:

Posting Komentar

REVAN NINTANG BLOG. Diberdayakan oleh Blogger.