26 KABAR GEMBIRA
Waktu terus bergulir. Ujian Al Azhar mendekati hari akhir. Azzam sudah selesai ujian. Begitu selesai mengerjakan semua soal dengan baik, di dalam hati ia mengucapkan tahmid dan takbir. Ia merasa begitu dimudahkan oleh Allah dalam menjawab soal. Hampir tujuh puluh persen dari yang ia ringkas keluar. Ia sangat optimis Allah akan memberinya kelu lusan.
Selesai ujian Azzam teringat akan pesanan Eliana, Putri Pak Dubes; Soto Lamongan untuk syukuran pesta ulang ta hunnya. Ia langsung bergerak mencari informasi resep terbaik. Juga mencari bahan-bahannya. Nanang memberikan nomor telpon kerabatnya yang profesinya memang jualan Soto Lamongan di Surabaya. Azzam langsung menelponnya. Ia bertanya banyak hal dan panjang lebar tentang Soto Lamongan. Setelah ia rasa cukup lengkap informasinya, ia mencoba membuatnya . Orang-orang satu rumahnya yang menilainya. Hanya Ali yang mengatakan mantap. Yang lain, termasuk Nanang, yang asli Lamongan masih merasa kurang.
Kurang puas ia mencoba membuat lagi. Mereka mencicipi lagi. Masih juga dianggap kurang mantap Ia mencoba mem buat lagi. Yang ketiga oleh Nanang dianggap cukup dan luma yan. Ia jadi percaya diri.
Pada hari H. ia telah siap dengan Soto Lamongannya di halaman Wisma Duta, tempat di mana syukuran ulang tahun diadakan. Acara itu yang kata Putri Pak Dubes sederhana, tetap terasa mewah. Ternyata makanan yang dipesan tidak hanya Soto Lamongan, tapi ada juga Coto Makasar, Empekempek Palembang, dan nasi minyak campur daging khas Yaman.
Karena dibanding yang lain Soto Lamongan adalah ma kanan yang paling langka ada di Cairo, maka Azzam benar benar dibuat sibuk oleh antrean hadirin yang menginginkan hasil masakannya. Ia melayani dengan sabar. Hampir semua orang mengatakan rasanya mantap dan memuaskan. Dengan Soto Lamongan itu Putri Pak Dubes merasa teristimewakan. Dan seperti yang telah disepakati selesai acara itu ia mendapat 3000 pound untuk 500 mangkok Soto Lamongan yang ia hidangkan.
Dengan uang itu ia bisa membeli tiket pesawat untuk pulang. Sisanya bisa ia gunakan untuk membeli buku-buku dan kitab -kitab penting. Ia tersenyum, bahwa hari yang ia nanti-nantikan sebentar lagi juga datang. Hari ia terbang pulang, berkumpul dengan keluarga tersayang.
Selesai acara Eliana mengajaknya berbicara. Eliana bertanya banyak tentang Furqan padanya. Azzam menjawab dengan jawaban seorang sahabat yang setia pada sahabatnya. Azzam menjelaskan segala yang baik tentang Furqan dan menutupi kekurangannya. Dan Azzam menjelaskan juga bah wa Furqan kemungkinan besar sudah punya seorang calon sebagai pendamping hidupnya. Namun Azzam tidak mau menyebutkan namanya. Eliana sempat kaget, tapi tidak ada perubahan rona di wajahnya. Putri Pak Dubes i'tu malah bertanya,
"Kalau Mas Khairul sendiri sudah punya calon?" Azzam menjawab dengan senyum saja.
"Kok cuma senyum. Jadi sudah punya?" Tanya Eliana lagi
"Belum. Apa Mbak Eliana mau jadi calonku hehehe...? Jadi isteri pembuat tempe itu makmur lho Mbak. Gizi keluarga selalu tercukupi hehehe..." Kata Azzam sambil bergurau.
"Wah kalau begitu, aku mau. Siapa yang tidak mau gizinya tercukupi hi hi hi." Jawab Eliana juga sambil bercanda.
Eliana lalu bercerita dua atau tiga bulan ke depan akan pulang ke Indonesia. Ia akan membintangi sebuah film layar lebar garapan sutradara nomor satu di Indonesia. Dan Solo adalah salah satu lokasi yang diambil dalam setting film layar lebar itu.
"Wah kalau saya sudah pulang asyik bisa lihat Mbak Eliana akting." Sahut Azzam santai.
"O ya, rumah Mas Khairul di Solo ya?" "Iya. Tepatnya di Kartasura -nya."
"Kalau begitu minta alamatnya. Siapa tahu saya ada kesempatan mampir nanti."
"Boleh. Ibu dan adik -adik saya pasti senang jika keda tangan tamu artis cantik seperti Mbak."
Eliana merasa tersanjung mendengar perkataan Azzam yang pada akhirnya memuji kecantikannya Selama ini ia belum pernah mendengar pemuda satu ini memuji kecantikannya. Dan kali ini ia mendengarnya.
"Dan ibu saya pasti akan lebih senang lagi jika Mbak Eliana misalnya jadi mampir nanti memakai busana Muslimah. Wah ibu saya bisa tidak bisa tidur berharihari. Beliau pasti akan mengatakan, 'Wualah-wualah ini kok ada bidadari da tang kemari wualah -wualah.' Begitu. Ibu saya akan merasa seperti kedatangan tamu paling agung." Azzam melanjutkan perkataannya dengan santai. Ia sudah menganggap Eliana bukan siapa -siapa. Bukan gadis istimewa yang sempat memesonanya ketika awal kali bertemu dengannya. Eliana sudah ia anggap seperti orang lain pada umumnya.
Apalagi saat itu, dalam diri Eliana tak menunjukkan adanya tanda -tanda perubahan ke arah yang lebih baik dari tatacaranya berbusana. Masih suka memakai kaos ketat dan cekak yang jika jongkok maka sebagian kulit tubuh belakangnya kelihatan. Bagi Azzam, gadis seperti itu bukanlah impiannya. Baginya, gadis cantik, kaya dan cerdas seperti Eliana belumlah cukup. Tapi ia harus berbalut perangai mulia. Yaitu perangai yang ditunjukkan oleh Ummul Mukminiin, Sayyida Khadijah.
"Baiklah. Kalau sempat mampir aku akan pakai busana Muslimah. Menyenangkan orang katanya dapat pahala. Iya kan?" Kata Eliana sambil tersenyum.
"Iya benar."
"O ya Mas Khairul. Mulai awal bulan depan sinetron perdana saya mulai tayang. Judulnya, 'Dewi-dewi Cinta'. Tayang seminggu sekali tiap malam minggu jam delapan malam. Prime time lho, Mas. Beritahu ibunda Mas Khairul. Kalau perlu, beritahukan kepada ibunda Mas Khairul bahwa yang jadi pemain utamanya adalah teman baik Mas Khairul."
"Baik. Nanti kalau saya kirim kabar ke Indonesia saya beritahu mereka."
"O ya aku dengar Furqan baru pulang ke Indonesia. Mas Khairul ikut mengantar ke Bandara?"
"Wah aku malah tidak tahu Mbak. Kok tidak bilangbilang ya? Biasanya dia memberitahuku."
Pengumuman ujian biasanya keluar bulan Juli. Azzam mentargetkan awal bulan Agustus sudah pulang. Masih ada waktu kira -kira satu bulan. Ia harus memanfaatkannya dengan sebaik -baiknya. Ia ingin mengkhatamkan belajar Al-Qurannya setiap Subuh pada Imam Masjid di dekat apartemennya. Untuk itu, bisnis tempenya sementara ia percayakan pada Rio.
Ia hanya mengontrol dan mengarahkan saja. Namun ia tetap memerlukan tambahan dana. Sebab, ketika ia pulang ke Indonesia nanti, awal-awal hidup di Tanah Air, ia jelas perlu dana. Perlu modal. Ia tidak mungkin minta ibunya atau adik-adiknya. Maka bisnis tempe dan bakso tetap harus jalan sampai hari H ia pulang.
Kepada Nasir, yang menjadi broker tiket Malaysian Air Lines, Azzam telah memesan tiket untuk awal Agustus. Sekali jalan, dari Cairo ke Jakarta. Ia telah membayarnya lunas. Itu ia lakukan agar ia mendapatkan seat. Bulan Agustus adalah bu lan mahasiswa banyak pulang. Jika tidak memesan seat sejak awal bisa tidak mendapatkan dan akibatnya pulang pun tertunda.
Orang satu rumah sudah tahu kalau Azzam memang berniat pulang. Dan kemungkinan besar adalah pulang ke Tanah Air untuk selama -lamanya. Artinya tidak akan kembali ke Mesir lagi untuk melanjutkan studi. Beberapa orang dari Jawa Tengah dan Jawa Timur sudah ada yang nitip. Azzam menerima dengan lapang dada. Ia sediakan satu tas ransel. Ia katakan pada yang mau nitip, "Tas itu yang untuk membawa titipan, selama barang kalian masih bisa masuk dalam tas itu silakan. Jika sudah penuh berarti kuota untuk barang titipan sudah penuh." Jika tidak begitu ia akan sangat kerepotan. Sebab ia sendiri juga akan membawa barang yang tidak sedikit.
Sore itu Azzam menyempatkan bermain bola di Nadi Kahruba. Sudah sangat jarang ia bermain bola. Ia merasa perlu bermain bola untuk kenangan hari-hari terakhir di Mesir. Meskipun lama tidak main, kemampuannya sebagai bek andal tenyata tidak hilang. Dulu waktu tingkat dua ia pernah mem bela Tim KSW 7171 Kelompok Studi Walisongo, adalah organisasi kekeluargaan Mahasiswa Indonesia dari Jawa Tengah di Mesir. dan menjuarai Indonesian Game. Ia dinobatkan sebagai bek terbaik dalam turnamen antarkekeluargaan seluruh mahasiswa Indonesia di Mesir. Ia oleh teman-temannya dijuluki "Maldini from Java ." Sore itu kemampuannya bermain bola ia perlihatkan di lapangan. Ia mencetak satu gol di awal pertandingan.
Ketika sedang asyik -asyiknya main bola, ada suara yang memanggil-manggil namanya dari jauh. Ternyata Hafez. Ia berlari mendekati Hafez.
"Ada apa Fez?"
"Aku baru dari rumah Miftah Kang. Ini Kang ada surat dari Indonesia."
Wajah Azzam langsung berbinar-binar bahagia. Ia menerima sepucuk surat dengan amplop berwarna cokelat muda. Ia langsung membuka dan membacanya. Ia tak sabar untuk menunggu pulang dulu ke apartementnya. Hafez berangsut du uk di trotoar sambil mengawasi orang -orang yang bermain bola di atas aspal.
"Membacanya sambil duduk Kang, lebih enak," seru Hafez.
Azzam pun duduk dan menekuri huruf demi huruf surat yang ditulis oleh adiknya itu. Sementara keringatnya masih terus keluar membasahi kaosnya. Adiknya itu menulis:
Menemui
Kakakku Tercinta
Abdullah Khairul Azzam Di Kota Seribu Menara
Assalamu'alaikum wa Rahmatullah wa barakatuh.
Kak, bagaimana kabarmu? Sudah selesai ujian ya. Ketika kakak membaca surat ini, kami yang di Indo nesia berharap dalam sehat, baik tak kurang suatu apa dan selalu dalam dekapan kasih sayangAllah Swt. Amin. Kami jugaberdoa semoga kakak lulus ujian, dan meraih gelar Lc. dengan predikat memuaskan. Amin.
Kami yang di Tanah Air alhamdulillah baik. Aku, Lia dan Ibu pertengahan Juli ini mau menjenguk Sarah ke Kudus.Adik bungsu kita itu hebat Kak. Saat liburan sekolah datang, ia tidak mau pulang, ia tetap ingin di pondok. Katanya di pondok bisa me nambah hafalan Al Quran. Ah, aku jadi ingat kakak. Kata ibu, si Sarah itu sangat mirip kakak. Lebih suka di pondok daripada di rumah. Semangat menuntut ilmunya luar biasa. Otaknya pun cerdas. Doakan kami semua ya Kak.
Kak Azzam terkasih,
Persisnya kapan kakak berencana pulang? Kami benar benar sudah kangen.Apalagi ibu, beberapa kali aku mendengar ibu malam -malam tidur mengigau dengan menyebut nama kakak berulang-ulang. Kami harap ka kak pulang secepatnya. Begitu ada kesempatan pu lang langsung pulang.
Oh ya Kak, sedikit kabar gembira. I3uku kumpulan cerpenku yang berjudul "Menari Bersama Ombak" men dapatkan penghargaan dari Diknas sebagai buku kum pulan cerpen terbaik tahun ini. Aku diundang ke Jakarta untuk menerima hadiah awal bulan Agustus. Jika kakak bisa pulang sebelum itu, atau pas aku di Jakarta sangat baik. Kita bisa bertemu di Jakarta dan kakak bisa melihat adikmu menerima penghargaan itu.
Kak Azzam yang kami nanti, ini dulu ya. Kami menunggumu setiap hari. Kami juga mendoakanmu tiada henti. Dan seperti biasa, seperti yang sudah -sudah Lia titip salam. Salam rindu dan kangen tiada tara katanya. Sarah titip kecupan cinta katanya. Ibu ti tip setetes airmata cinta dan bangga untukmu kakak ku tercinta. Semoga Allah melimpahkan rahmat dan taufikNya kepada kakak. Amin ya Rabbal 'alamin.
Wassalam,
Ta'zhim adikmu. Ayatul Husna
Ps: Husna merasa sudah saatnya menikah. Kakak sebagai wali Husna bisa mulai memikirkan hal ini. Husna sepenuhnya patuh pada kakak.
Tak ada satu huruf pun yang terlewat. Niat Azzam untuk segera pulang semakin kuat. Dan tiba -tiba ia tersenyum sendiri. Ya, Husna sudah dewasa. Sudah saatnya menikah. Pesan di akhir suratnya sungguh menyentuh kalbunya. Memang dialah sekarang yang jadi wali adik-adiknya. Ia berkewajiban mencari jodoh untuk mereka. Namun ia sendiri belum menikah. Ia sungguh takjub atas kecerdasan adiknya mengi ngatkannya. Husna jelas menginginkan kakaknya segera menikah baru menikahkan dirinya.
Dalam hati ia berkata, "Insya Allah, Dik, kakak akan segera pulang. Begitu pulang kakak akan menikah secepatnya. Umur kakak toh sudah hampir kepala tiga. Setelah itu kakak akan menikahkan kalian dengan pemuda yang saleh, bi idznillah." 72 72 Dengan ijin Allah
"Kang sudah selesai membaca suratnya?" tanya Hafez. "Sudah," jawab Azzam sambil memandang Hafez. "Kang."
"Iya Fez, ada apa?"
"Aku ingin menagih janji Sampeyan." "Janji apa Fez?"
"Itu, janji Sampeyan untuk membicarakan pada Fadhil tentang keinginanku menyunting Cut Mala. Aku sudah tidak sabar Kang."
Azzam jadi ingat, ia punya janji dan punya tugas tambahan sebelum pulang; yaitu menjelaskan masalah Hafez pada Fadhil, kakak kandung Cut Mala.
"Insya Allah, akan aku bilangkan pada Fadhil secepatnya. Tapi aku minta kamu bersikap dewasa jika seandainya rasa cintamu itu bertepuk sebelah tangan lho Fez," jawab Azzam. "Aku sudah siap menerima apa pun yang terjadi. Tapi tolong Kang, diusahakan jangan sampai bertepuk sebclah tangan lah."
"Wah lha ini yang sulit. Cinta itu tidak bisa dipaksakan Fez. Kau harus tahu itu. Aku sih berharap Cut Mala dan kakaknya menerimamu dengan tangan terbuka. Tapi kau harus dewasa menghadapi sesuatu yang di luar harapan kita. Dan sebelum aku memberitahu kamu apa hasilnya kamu jangan banyak tanya ya?"
"Baik Kang."
0 komentar:
Posting Komentar