29 SANG PENGANTIN
Tiara membaca surat pendek yang ditulis olel Fadhil itu berulang-ulang. Dadanya seperti tertusuk puluhan paku berkarat. Ia sangat sedih dan kecewa berat.
Adikku, bukannya aku tidak mencintaimu. Sungguh aku sangat mencintaimu. Dan bukannya aku tidak mendamba hidup bersamamu. Sungguh aku sangat ingin hidup bersamamu. Namun tidak semua yang didamba manusia pasti diraihnya. Aku sangat mencintaimu, tapi aku tidak mau kehilangan cintaNya. Aku mendamba hidup bersamamu, tapi aku lebih mendamba hidup bersama ridha-Nya.
Jangan paksa aku menikam saudaraku sendiri. Jangan paksa aku melakukan tindakan yang melanggar aturan Ilahi. Mari kita samasama insyaf. Cinta sejati itu tidak menzalimi. Cinta sejati berorientasi ridha Ilahi.
Adikku, kita adalah orang Aceh. Dan kita sudah diajari untuk tegar, berbesar hati, dan setia pada teman sendiri. Maafkan aku. Doaku selalu menyertaimu semoga engkau bahagia selalu. Amin.
Kakakmu, Fadhil.
Harapan telah tertutup. Tak ada pilihan lagi baginya kecuali menghapus airmatanya dan menghadapi hidup yang sesunOguhnya. Hidup yang tidak lagi hanya harubiru rasa cinta pada pujaan jiwa. Ia merasa bahwa Fadhil benar. Kata katanya benar. Seorang Muslim tidak boleh menzalimi Mus lim yang lain. Apapun alasannya dalam Islam kezaliman tidak dibenarkan. Termasuk kezaliman dengan alasan cinta. Sungguh naif, cinta macam apa yang mendatangkan kezaliman?
Tiara akhirnya mengoreksi dirinya sendiri. Dialah sesungguhnya yang salah menentukan langkah. Semuanya, sebenarnya ada di tangannya. Kenapa ketika lamaran ZuIkifli datang dan ia tidak suka lantas meminta pertimbangan Fadhil. Ia baru sadar betapa sulit posisi Fadhil saat itu. Zulkifli adalah temannya, dan ia harus setia pada temannya. Maka wajarlah jika Fadhil memberikan saran seperti itu. Meskipun ia menda patkan saran itu, saran untuk tidak menolak lamaran Zulkifli dari Fadhil. Namun sesungguhnya kalau dia memang tidak suka dia boleh dan tidak ada salahnya menolaknya. Kenapa saat itu ia emosi dan langsung menelpon ayahnya di Indonesia, menerima lamaran Zulkifli. Ia merasa memperoleh pela jaran berharga, keputusan yang diambil dengan penuh emosi, hanya mendatangkan penyesalan tiada henti.
Kini setelah semua tertata rapi ia menulis surat untuk merusak semuanya dengan alasan cinta. Tinggal hitungan jam saja, Zulkifli dan kedua orangtuanya akan datang. Ayahnya juga akan datang. Ia bukannya mempersiapkan menyambut mereka dengan penuh kehangatan, namun malah mengajak Fadhil mempersiapkan pedang paling tajam guna menikam mereka dari belakang. Tiara menghela nafas panjang. Mata nya terpejam. Ia merasa dirinya benar-benar sangat malang.
Fadhil terus berjuang untuk tabah dan berbesar jiwa. Tak ada pilihan lain baginya. Siang itu ia dan beberapa mahasiswa Aceh ke Bandara untuk menjemput Zulkifli dan rombongan nya. Saat bertemu Zulkifli ia berusaha sekuat tenaga untuk ikhlas dan berbahagia. Ia rangkul kawan lamanya itu dengan muka ceria. Ia ucapkan kalimat: Selamat datang di negeri Nabi Musa wahai sahabat tercinta.
Ia tempatkan Zulkifli dan rombongannya di Wisma Nusantara. Ia sendiri yang mengantarkan Zulkifli dan rom bongannya ke kamarnya. Ia berikan nomor telpon flatnya, jika ada apa-apa minta bantuan apa saja, ia minta untuk menghu bungi dirinya.
Fadhil ingat betul kata -kata Azzam,
"Pesanku hanya satu, kau jangan jadi pecundang, jangan jadi pengkhianat! Jadilah kau lelaki sejati. Kau jangan kalah oleh perasaan. Sebagian perasaan itu datangnya dari nafsu yang mengajak dosa. Tapi ikutilah petunjuk Nabi!"
Fadhil berusalla keras memberikan yang terbaik untuk sahabat lama dan rombongannya. Termasuk di dalamnya ada lah ayah Tiara, orang yang pernah ia harapkan akan jadi mertuanya.
Apa yang dilakukan Fadhil bukannya tidak diketahui oleh Tiara. Tiara tahu semuanya dari ayahnya yang banyak bercerita tentang kebaikan Fadhil sejak bertemu di Bandara. Juga cerita dari ayah dan ibu Zulkifli yang beberapa kali memuji muji Fadhil.
"Fadhil itu kan temannya Zulkifli sejak dulu. Saya beberapa kali bertemu dengan dia di pesantren dulu. Dia itu baik, ramah dan sangat perhatian. Saya masih ingat saat saya ke pesantren dulu sandal saya hilang di-ghosob 75 75 Ghosob. dipinjam tanpa ijin yang punya oleh para santri, saat itu Fadhil-lah yang bingung ke sana kemari mencari sandal saya. Zulkifli ini malah santaisantai saja." Cerita ayah Zulkifli dengan santai di hadapan Tiara. Cerita yang secara tidak sengaja sangat menyanjung Fadhil luar biasa. Cerita itu semakin membuat ulu hatinya ngilu bagai ditusuk tusuk sembilu.
Pada hari akad nikah yang dilaksanakan di KBRI, Fadhil adalah orang yang paling sibuk. Dialah yang mencarikan mushaf ke toko buku Darussalam, karena saat itu Tiara minta maharnya ada mushaf. Dan Zulkifli belum mempersiapkan itu. Fadhil langsung lari dengan taksi. Ia mencarikan mushaf mahar yang terbaik. Tiara tahu bahwa yang mencarikan mahar adalah Fadhil. Matanya berkaca -kaca saat itu juga. Ia berusaha sekuat tenaga agar airmatanya tidak meleleh, apalagi tumpah.
Dalam hati ia berkata, "Seharusnya memang dia yang mencarikan mahar untukku dan dia pula yang akad nikah denganku." Kalimat itu hadir dalam hatinya tanpa ia bisa menolaknya. Sungguh tidak mudah menikah dengan orang yang tidak dicintai, sementara orang yang dicintai ada di depan mata dengan segala kemuliaan akhlak dan pengorbanannya. Ia beristighfar ketika sadar akan apa yang baru saja ia ucapkan di dalam hatinya.
Akad nikah berlangsung. Fadhil duduk menundukkan muka dengan hati gemuruh luar biasa. Tiara duduk dengan penuh rasa pasrah. Zulkifli menjawab akad dengan mantap dan lantang. Akad nikah telah terjadi. Pipi Fadhil basah. Tiara tak kuasa menahan tangisnya. Fadhil memeluk Zulkifli dengan hangat sambil mengucap,
"Baarakallahu laka wa baaraka 'alaika wa jama'a bainakuma fi khair!"
Zulkifli berulang kali mengucapkan rasa terima kasihnya yang tiada terhingga. Saat Fadhil melangkah meninggalkan ruangan, Tiara sempat melihat mata Fadhil yang sembab, ia juga sempat melihat Fadhil mengusap airmatanya dengan punggung tangannya.
Hati Tiara bagai diiris-iris. Ia memandangi pemuda yang dikaguminya itu melangkah keluar.
Usai akad Fadhil langsung minta pada teman temannya dari Aceh untuk membereskan semuanya. Ia minta diri untuk pulang. Ia bilang ada urusan penting Namun sebenarnya, ia tiada kuasa untuk menumpahkan tangisnya. Keluar dari KBRI ia mencegat taksi, dan saat taksi itu berjalan ia menangis dengan sepuas-puasnya.
Ia sendiri tidak tahu menangis karena apa? Apakah ia menangis karena sedih bahwa gadis yang dicintainya telah jadi milik orang lain? Ataukah menangis bahagia karena teman nya, yaitu Zulkifli telah mendapatkan pasangan hidupnya? Ataukah menangis karena bangga pada dirinya sendiri yang telah berhasil melalui ujian paling berat dalam hidupnya?
Taksi sampai di Mutsallats. Sampai di rumahnya ia langsung mengunci kamarnya dan menangis sepuaspuasnya. Semua yang pernah ia alami bersama Tiara seperti diputar dalam ingatannya. Sejak pertama kali bertemu di pesantren sampai surat terakhir Tiara dan bagaimana ia menjawabnya. Dan paling akhir adalah saat dirinya menyaksikan Tiara diakad dan diperisteri orang lain di depan matanya. Dan dialah yang mencarikan maharnya.
Ujian bagi Fadhil belum selesai. Ia masih harus menghadapi satu ujian lagi. Mendendangkan nasyid dalam pesta walimatul ursy. Fadhil nyaris tidak kuat. Ia nyaris tidak datang. Tapi ia kembali teringat dengan katakata Azzam,
"Pesanku hanya satu kau jangan jadi pecundang...!"
Akhirnya ia menetapkan hati untuk berangkat. Tim Na syid yang ia pimpin adalah Tim Nasyid khas Aceh.Tim Nasyid yang mengangkat etnik musik khas Aceh. Tim Nasyidnya sama sekali tidak menggunakan perangkat musik modern.
Namun menggunakan perangkat musik tradisional khas Aceh, yaitu Geundeurang, Rapa'i dan Seurune Kale.
Geundeurang, adalah alat musik tabuh berbentuk panjang terbuat dari kulit kambing dan kayu nangka dan menggunakan stik letter L sebagai penabuhnya. Sedangkan Rapa'i adalah alat musik tabuh khas Aceh yang menyerupai rebana dengan berbagai ukuran dan memakai tamborin. Dan Seurune Kale adalah alat musik tiup yang terbuat dari kayu nangka dan diujungnya menggunakan daun lontar sebagai penyaring suara.
Anggota Tim Nasyidnya itu delapan orang. Dua vokalis, salah satunya adalah dirinya. Bahkan dirinya adalah vokalis utama. Dua penabuh Geundeurang. Empat penabuh Rapa'i dengan berbagai ukuran. Dan dua peniup Seurune Kale. Sebelum tampil ia memberi semangat kepada timnya untuk tampil yang sebaikbaiknya.
Acara walimatul ursy diadakan di Daarul Munasabat Masjid Musa bin Nushair Hay El Sabe'. Ayah Zulkifli adalah seorang pedagang sukses yang kaya raya di Aceh. Pesta pernikahan itu diadakan besar -besaran. Seluruh orang Aceh di Mesir diundang. Seluruh pejabat dan staf KBRI, pengurus PPMI, pengurus WIHDAH, dan seluruh ketua kekeluargaan diundang.
Untuk menata hatinya Fadhil minta agar Ramzi Muda, vokalis yang satunya tampil lebih dulu. Tim Nasyid Nangroe Voice muncul dengan diiringi tepuk tangan yang membahana dari hadirin. Hati Tiara sudah lebat. Badai bagai bergulunggulung di dalam dadanya. Ia merasa tidak adil Fadhil harus jadi penghibur dalam acara itu. Tidak adil. Walau bagaimana pun Fadhil pernah menjadi ustadznya. Namun ia tidak bisa berbuat apa-apa.
Nangroe Voice menata posisinya. Hadirin diam. Suasana hening. Fadhil tidak kelihatan. Seurune Kale ditiup perlahan. Diikuti hentakan tabuh Rapa'i. Iramanya mengalun, menggema, menyihir siapa saja yang mendengarnya. Keindahan semakin menjadijadi ketika Geundeurang ditabuh menyem purnakan irama.
Hadirin bertepuk tangan. Musik khas tradisional Aceh itu sesaat lamanya memainkan sihirnya. Tidak ada hati yang tidak condong untuk mengikuti iramanya. Lalu sihir itu disem purnakan oleh suara indah Ramzi Muda yang melantunkan lagu berjudul, "Saleuem":
Assalamo'alaikum wa rahmatullah. Jaroe dua blah ateuh jeumala. Karena saleum nabi kheun sunnah. Jaroe taumat tanda mulia. Iseulam tauhid mu'arifat.
Watee meusafat geukheun agama . 76 76 Dipetik dari lagu berjudul Saleum ciptaan Yakop S/lmam J. dalam Album Etnik Atjeh Saleum Group.
Hadirin benar -benar terpesona. Lagu itu selesai. Ramzi Muda masuk barisan untuk jadi backing vokal.
Irama musik berubah jadi lebih dahsyat. Menghentak, menggelegar, mengambil hati, dan menyihir pikiran. Dan muncullah Fadhil. Seluruh hadirin bertepuk tangan. Fadhil tersenyum dan mengangguk kepala dengan santun. Ia seperti seorang artis dan seniman besar. Fadhil mengangkat tangan nya memberi isyarat pada para pemusik. Irama perlahan berubah menyayat hati. Hadirin larut. Tiara tiada kuasa menahan airmatanya. Fadhil mengumandangkan suaranya dan semua yang mendengarnya tersihir di tempatnya,
Allah Allah Allahu Rabbi.
Beek dilee Neubri Kiamat donya. Lhe tat bueut salah ka dengon keuji. Sayang lon Robbi asoe neuraka. 77 77 Dipetik dari lagu berjudul Troh Bak Watee. karya Komunitas Nyabung Aceh dalam album World Music from Aceh.
Fadhil larut dengan penghayatannya. Musik mengiringi keindahan cengkok Acehnya. Tiara terpaku di tempatnya dengan berurai airmata. Tiba-tiba Fadhil memasukkan kalimat yang meremas -remas jantung Tiara. Masih dalam irama yang sama Fadhil dengan kehebatannya memasukkan isi surat yang pernah ditulisnya ke dalam lagu yang dibawakannya,
Mari kita sama -samaa insyaf.
Cinta sejati itu tidak menzalimi. Cinta sejati berorientasi ridha Ilahi. Allah Allah Allahu Rabbi.
Aku cinta dirimu duhai bidadari. Tapi aku lebih cinta Tuhanku, Ilahi, Rabbi.
Mendengar lagu itu, jiwa Tiara bagai dibetot dari jasadnya. Sekuat tenaga ia bertahan agar tetap bisa duduk dengan tegap di tempatnya. Ingin rasanya saat itu ia berlari dan menangis sejadijadinya di kamarnya. Ia benar-benar didera kesedihan yang mencekik leher. Ulu hatinya bagai dihusuk tusuk belati berulang kali.
Hadirin tersihir. Empat Rapa'i terus ditabuh menggedorgedor jiwa, Seurune Kale terus bersuara naik turun menyayat jiwa. Dan Geundeurang menyempurnakan keindahan. Suara Fadhil bagai bermantra penuh kekuatan. Ia menyanyikan lagunya dengan segenap kekuatan jiwa. Ia tidak mewakili siapa-siapa. Ia menyuarakan suara hatinya sendiri ia hajukan sepenuh hati kepada Tiara dan kepada dirinya sendiri. Ia tak kuasa membendung airmatanya yang merembes perlahan.
Hadirin tersihir oleh mimik dan penampilannya yang total. Hanya dia yang tahu kenapa airmatanya mengalir? Airmata itu tidak sekadar penghayatan, tapi perasan jiwa yang keluar begihu saja karena tiada mampu membendung berkecamuknya rasa haru, rasa sedih, rasa kecewa, rasa tidak berdaya, rasa bahagia dan rasa setia pada cinta, kesucian dan kemuliaan.
0 komentar:
Posting Komentar