28 SEPUCUK SURAT Dl HARI PENGHABISAN RESEP
Tiara belum juga bisa menerima kenyataan yang diha dapinya. Dua hari lagi rombongan pengantin putra dari Aceh akan datang. Ia masih tidak percaya bahwa bukan Fadhil Mutahar yang akan menjadi suaminya. Ia merasa dua hari masih bisa digunakan unhuk mengubah segalanya.
Pagi ihu setelah shalat Subuh ia menulis sepucuk surat untuk Fadhil. Itulah usahanya yang paling penghabisan untuk mendapatkan cintanya. Cut Mala ia paksa untuk mengantar kan surat itu kepada orang yang ia damba.
Fadhil sudah menyiapkan diri untuk menghadapi hari yang sangat berat baginya. Kata -kata Azzam menyitir sepenggal kalimat Ibnu Athaillah terus tergianggiang di kepala.
"Tidak ada yang bisa mengusir syahwat atau kecintaan pada kesenangan duniawi, selain rasa takut kepada Allah yang menggetarkan hati, atau rasa rindu kepada Allah yang membuat hati merana!"
Ia telah menyadari sepenuhnya, bahwa cintanya kepada Tiara yang sedemikian dahsyat menjajah hatinya hanya bisa diusir dengan menghadirkan rasa cinta, rindu, dan takut kepa da Allah yang memenuhi seluruh hati dan jiwa. Dengan sekuat tenaga ia mulai menata hati dan jiwanya. Ia telah berusaha sebisa mungkin menghadirkan Allah dalam hatinya, dan mem buang yang selain Dia. Meskipun itu adalah hal yang sangat berat ia rasa. Namun ia terus berusaha dan berusaha.
Hari itu Fadhil puasa, saat teman -temannya tidak puasa. Ia memilih di rumah saja saat teman -temannya, rekreasi menelusuri sungai Nil ke Qanathir El Khairiyyah. Hanya ia dan Azzam yang di rumah. Azzam asyik dengan membaca kitab Al Hikam-nya. Sementara dirinya berusaha menenteramkan jiwa nya dengan membaca sejarah hidup para tabi'in 74 74 Tabi'in adalah orang-orang saleh yang bertemu para sahabat Rasulullah Saw. yang mulia.
Pagi itu Cut Mala datang menemui kakaknya. Datang mengantarkan surat yang diamanahkan kepadanya.
"Kak, ini ada surat dari Kak Tiara. Katanya sangat penting. Kakak diminta langsung membacanya dan langsung menjawabnya. Saya diminta membawanya."
Fadhil agak kaget mendengar apa yang dikatakan adik nya. Kaget bercampur penasaran, gembira, dan kecewa. Ia penasaran apa gerangan isi surat itu. Gembira karena yang menulis adalah Tiara. Itulah untuk pertama kalinya ia menerima surat dari orang yang sesungguhnya ia damba. Dan kecewa karena ia merasa tidak berhak lagi mendambakannya. Dengan tangan sedikit gemetar ia terima surat itu. Ia agak ragu. Ia menatap Mala.
"Bacalah Kak sekarang juga," ucap Mala meyakinkannya. Perlahan ia ambil surat dari amplopnya dan ia baca.
Kepada
Kakakku sekaligus ustadzku, Ustadz Fadhil Mutahar
Yang sangat aku hormati dan yang, aku harus mengakuinya secara tertulis, SANGAT AKU CINTAI.
Assalamulaikum wa Rahmatullah wa Barakaatuh.
Doaku mengawali isi surat ini, semoga yang menulis surat ini dan yang membaca surat ini diampuni dosa-dosanya oleh Allah ‘Azza wa Jalla. Jika mengharapkan cinta seseorang adalah berdosa semoga diampuni oleh Allah ‘Azza wa Jalla. Jika menulis surat demi cinta adalah dosa maka semoga Allah ‘Azza wa Jalla mengampuni orang yang menulisnya.
Kak Fadhil tercinta,
Surat ini adalah usaha penghabisanku untuk mewujudkan harapanku, dan untuk meyakinkan diriku bahwa cinta bisa meng ubah nasib seorang gadis malang yang kini berada di ujung pedang.
Kak Fadhil tercinta,
Aku harus berbuat apa Kak agar bisa hidup dengan orang yang aku damba? Dan orang itu adalah kakak. Perasaanku ter hadap kakak sesungguhnya sangat jelas, sejelas matahari di siang hari, dan purnama raya di malam hari. Begitu ada yang datang melamarku aku minta pertimbangan kakak dengan harapan kakak menunjukkan rasa cinta dan cemburu. Tapi yang aku dapatkan adalah sikap tinggi hati, kakak menyarankan agar aku terima saja lamaran itu. Mendengar saran kakak itu terus terang hatiku geram dan marah, maka seketika itu tanpa pikir panjang aku terima lamaran itu. Saat itu aku tidak berpikir bahwa sesungguhnya aku belum bisa menerimanya.
Kak Fadhil tercinta,
Aku tahu kalau kakak juga mencintai saya. Aku bisa membacanya dari sikap kakak selama ini. Sejak kakak pertama kali bertemu dengan diriku. Dan saat itu aku menjadi murid kakak. Sampai saat aku menginjakkan kaki di Mesir dan kakak ter masuk tim yang menjemput diriku dan teman-temanku. Sampai ketika aku sudah tinggal di Mesir.
Selama ini tanpa bicara sepatah kata kakak sudah menunjukkan dan mengisyaratkan rasa cinta kepadaku. Aku memang diam, karena seorang gadis memang sebaiknya diam dan menung gu. Aku menunggu keberanian kakak untuk meminangku. Sung guh, Kak, aku menunggu. Aku sempat berpikir, mungkin kakak akan menunggu sampai kakak selesai kuliah. Dan aku siap menunggu. Sampai lamaran itu datang. Aku beritahukan kepada kakak, dengan harapan kakak memberikan ketegasan. Memberikan harapan yang lebih bisa dipertanggungjawabkan.
Namun apa salahku Kak? Apa? Sampai kau begitu tega membabat semua harapanku. Apa salahku sampai kau begitu tega melukaiku? Dan juga melukai dirimu sendiri.
Kak Fadhil tercinta,
Dengan surat ini, aku mengajak kakak untuk rendah hati. Dan aku mengajak kakak untuk berani. Berani bertindak, berani melangkah agar kita tidak lebih sakit lagi. Aku bisa merasakan betapa sakitnya kakak menjadi penanggung jawab acara pernikahan nanti (jika itu terjadi). Betapa sakitnya kakak harus mendendangkan nasyid di hadapan kami? Aku sendiri merasakan sakit berlipat-lipat saat merasakan betapa akan sakitnya diri kakak saat itu.
Aku sendiri akan sangat sakit, dan entah apakah aku nanti bisa menahannya, ketika mengetahui yang mengakad diriku benar benar orang lain, bukan kakak. Yang berbahagia di pelaminan adalah orang lain dan bukan kakak. Sementara kakak hanya menjadi penghibur para tamu yang sedang menikmati hidangan.
Kak Fadhil tercinta,
Masih ada waktu. Ini memang sudah terlambat. Namun masih bisa diperbaiki selama akad nikah itu belum terjadi. Kak, dua hari lagi mereka akan datang. Hari berikutnya akad nikah. Dan hari berikutnya pesta walimah. Kalau kakak mau, aku akan katakan supaya mereka membatalkan semuanya. Dan aku akan jelaskan semuanya. Biarlah kerugian di pihak calon pengantin lelaki nanti aku yang merampungkannya.
Jika kakak mau dan jika kakak berani. Sebab risiko selanjutnya adalah aku dan kakak yang akan menghadapi. Memang kita akan menantang badai. Tapi bukankah pencinta sejati selalu siap menantang badai. Aku yakin kakak adalah seorang pencinta sejati. Ya, kakak adalah seorang pencinta sejati yang gagah berani, yang siap mengarungi penjalanan panjang hidup dengan gagah berani pula: demi orang -orang yang dicintai.
Dan dengan menulis surat ini aku telah memulai. Karena aku juga ingin menjadi pencinta sejati. Selanjutnya tinggal kakak, apakah kakak punya nyali?
Kak Fadhil tercinta,
Aku berharap kakak tidak lagi tinggi hati.Aku berharap kakak menyambut baik maksud surat ini. Inilah harapan terakhirku. Juga; harapan terakhir bagi kakak jika kakak memang memiliki rasa cinta yang sama denganku. Jika kakak tidak menyambutnya, maka ketahuilah sesungguhnya yang menghujamkan pedang ke jantung gadis malang penulis surat ini adalah dua tangan kakak yang sangat jahat. Sesungguhnya yang memenggal leher gadis penulis surat ini adalah tangan algojo kakak yang kejam. Aku berharap itu tidak terjadi.
Kak Fadhil tercinta,
Aku tunggu jawabannya. Segera. Langsung jawab seketika surat ini telah kakak baca. Sebab tak ada lagi waktu yang tersisa. Maafkan jika hal ini kakak anggap menambah dosa.
Wassalam,
Yang sungguh mencintaimu
Tiara Kemala Putri
Tubuh Fadhil bergetar hebat. Rasa cinta dan damba pada Tiara yang nyaris pupus kembali bertunas. Wajah Tiara yang memohon penuh iba kepadanya terbayang di pelupuk mata. Kata-kata Tiara dalam suratnya terngiang-ngiang kembali,
Kak Fadhil tercinta,
Aku berharap kakak tidak lagi tinggi hati. Aku berharap kakak menyambut baik maksud surat ini. Inilah harapan terakhirku. Juga harapan terakhir bagi kakak jika kakak memang memikili rasa cinta yang sama denganku.
Fadhil goyah. Hatinya oleng. Ia kembali terbayang dengan kata -kata Tiara selanjutnya,
Jika kakak tidak menyambutnya, maka ketahuilah sesungguh nya yang menghujam-kan pedang ke jantung gadis malang penulis surat ini adalah dua tangan kakak yang sangat jahat. Sesungguhnya yang memenggal leher gadis penulis surat ini adalah tangan algojo kakak yang kejam. Aku berharap itu tidak terjadi.
Atas ajakan tawaran dan ancaman itu perasaannya mengiyakan. Namun akal sehatnya menentang habis-habisan. Ada pertarungan dahsyat dalam batinnya. Ia tidak bisa memu tuskan. Hatinya pilu. Wajahnya jadi biru. Seluruh otot-ototnya terasa kaku.
"Ada apa Kak? Apa yang terjadi?" tanya Mala melihat perubahan muka kakaknya.
Fadhil menarik nafas.Terasa nyeri. Dadanya terasa sakit sekali. Tapi ia berusaha menahan dan menguatkan diri. Ia tak mau lagi masuk rumah sakit, meskipun cuma sehari.
"Bacalah surat ini. Dan tolong bantu kakak untuk mengambil keputusan," ujar Fadhil dengan suara parau. Cut Mala mengulurkan tangan mengambil surat itu dan membacanya kata demi kata. Fadhil memperhatikan wajah adiknya dengan seksama. Perlahan-lahan mata adiknya itu berkaca -kaca. Tak selang berapa lama Cut Mala telah selesai membaca dengan muka yang sama pucatnya dengan kakaknya.
"Aku bisa merasakan harapan yang dirasa Kak Tiara. Namun setelah urusan pernikahan itu sedemikian matangnya, panitia telah terbentuk, dan dua hari lagi mereka akan datang, Mala rasa menerima surat ini kakak benar-benar bagai makan buah simalakama."
"Lalu apa yang sebaiknya kakak lakukan Dik. Tolong kakak kasih saran?"
"Kak, Mala tidak bisa kasih saran. Sebab perasaan Mala tidak jernil1 lagi. Perasaan Mala sangat terlibat di sini. Terus terang Mala juga sangat ingin Kak Fadhil bersanding dengan Kak Tiara. Aku sendiri jika jadi Kak Tiara mungkin akan lebih nekat lagi. Lebih baik kakak minta saran segera pada orang yang pikirannya masih jernih dan bisa menjaga rahasia ini."
"Tidak ada siapa -siapa di rumah ini kecuali Kang Azzam yang sejak pagi belum keluar dari kamarnya."
"Minta saran dia saja."
Fadhil ragu. Ia sudah bisa meraba Azzam pasti akan memberi jawaban yang tidak jauh berbeda dengan yang pernah diberikan kepadanya. Fadhil sebenarnya mencari saran yang lebih mendukung ajakan Tiara.
"Cepat sana Kak, minta saran pada Kang Azzam. Sebab kakak harus segera menjawab hari ini juga!" Cut Mala mendesak.
Dengan berat hati Fadhil bangkit menuju kamar Azzam. Azzam ternyata masih duduk di meja belajarnya. Di hadapannya bukan lagi kitab Al Hikam tapi kitab Tafsir Ayatul Ahkam. Tanpa basa-basi lagi Fadhil menjelaskan kesulitan yang dihadapinya. Ia minta Azzam membaca surat yang diterimanya. Azzam langsung membacanya dengan seksama.
"Bagaimana Kang? Apa yang harus saya lakukan Kang?" tanya Fadhil melihat Azzam selesai membaca.
Azzam menatap wajah Fadhil dengan tatapan serius, lalu berkata tegas,
"Jika kau memang berani menantang badai. Badai yang tidak hanya di dunia, tapi juga badai di akhirat kelak, maka kau bisa ikuti ajakan Tiara! Dan dengar baik baik kata-kataku ini Fadhil, jika kau mengiyakan ajakan Tiara, maka kau akan merusak tatanan. Kau bukan seorang lelaki sejati tapi kau seorang munafik, pengkhianat yang menikam saudaranya sendiri. Coba bayangkan berapa banyak yang akan sakit jika ide gila Tiara itu kau dukung dan kau turuti.
"Dhil, percayalah padaku, jika Tiara itu jadi menikah dengan Zulkifli setelah akad dan menemui malam pertama dan bulan madu, seluruh kenangannya denganmu akan hilang. Ia hanya akan mencintai suaminya, orang yang pertama menyentuhnya. Dan kau kelak, begitu menikah dan punya isteri juga sama. Jika Tiara memang benar-benar tidak bisa menerima Zulkifli tentu sejak pertama dia akan langsung menolaknya, tanpa harus meminta pertimbanganmu. Tanpa harus mencari dulu kepastian atau isyarat atau ketegasan, atau apalah nama nya darimu.
"Pesanku hanya satu, kau jangan jadi pecundang, jangan jadi pengkhianat! Jadilah kau lelaki sejati. Kau jangan kalah oleh perasaan. Sebagian perasaan itu datangnya dari nafsu yang mengajak dosa. Tapi ikutilah petunjuk Nabi. Demi menjaga rahmat dan kasih sayang sesama manusia dan khususnya sesama Muslim, Baginda Nabi sudah memberikan petunjuk yang indah bagi kita. Petunjuk dan tatakrama berkaitan dengan melamar wanita. Beliau dengan tegas mengatakan,
'Haram hukumnya bagi seorang Muslim melamar di atas lamaran saudaranya!' Kita dilarang melamar wanita yang telah duluan dilamar orang lain. Kecuali kalau wanita itu memang telah menolak, dan artinya masih kosong, tidak ada yang melamarnya, maka kita boleh melamarnya.
"Apa yang kau lakukan jika kau turuti ajakan gila Tiara. Kau kelak akan berhadapan dengan Baginda Nabi di depan pengadilan Allah. Kau akan berhadapan dengan Zulkifli yang harga dirinya kau injak-injak. Kau juga akan berhadapan dengan keluarga Zulkifli yang kau rendahkan. Kau juga akan berhadapan dengan seluruh teman-temanmu dari Aceh karena kau telah menorehkan sejarah buram di tengah -tengah mereka.
"Dalam pandanganku yang paling tepat kau lakukan ada lah beristighfar. Dan mintalah Tiara untuk sadar. Tetaplah berjalan di jalan yang lurus, jalan yang telah digariskan oleh Rasulullah Saw. Dan tetaplah kau jadi lelaki sejati. Tak usah kau sesali apa yang terjadi. Ini mungkin yang terbaik bagi kalian berdua. Jika ternyata takdirnya kalian memang akan bersatu dan bertemu, maka Allahlah yang akan mengatur semuanya. Apa bangganya kita mendapatkan cinta dari orang yang kita damba, namun kita kehilangan cinta Allah 'Azza wa Jalla. Apa bangganya?
"Dan terakhir ingat Dhil, pencinta sejati bukanlah seperti yang ditulis Tiara dalam tulisannya. Pencinta sejati adalah orang yang mencintai karena Allah dan rasulNya. Kukira ketika menulis surat itu, perasaan dan pikiran Tiara sedang oleng. Tidak jernih dan tenang. Dan dalam kondisi seperti itu, setan dengan gampang merasuki perasaan dan pikirannya. Hati-hatilah Dhil."
Fadhil mendengarkan dengan waiah terpekur. Kata-kata yang ditulis Tiara yang mengharu-biru dalam suratnya seolah hangus terbakar oleh kata demi kata yang disampaikan Azzam dengan tegas dan berwibawa .
"Jazakallah Kang. Aku sudah tahu apa yang harus kuputuskan!"
"Semoga keputusan yang tepat dan terbaik." "Semoga Kang."
"Amin."
0 komentar:
Posting Komentar