Minggu, 16 Agustus 2009

21 Ciuman Terakhir

Setelah menikah dengan Anna Althafunnisa, kesibukan Furqan adalah ikut mengajar di pesantren, mengajar di sebuah kampus swasta di Jogjakarta, dan mengurus bisnis ayahnya di Surakarta. Oleh sang ayah, untuk modal hidup Furqan diberi kekuasaan penuh mengelola toko kamera yang menjual berbagai macam jenis kamera digital di Jalan Slamet Riyadi. Sore itu jam setengah lima Furqan pulang dari toko. Mobil Fortunernya memasuki halaman pesantren. Furqan turun. Seorang santri yang melihatnya datang dan mencium tangannya. Dari ruang tamu Anna melihat kedatangan suaminya. Begitu masuk Anna langsung melepas jaketnya dan mengikuti sang suami naik ke lantai atas. Masuk ke dalam kamarnya. Furqan langsung mandi. Anna sudah rapi seperti biasa. Ia baru saja mengetik beberapa bagian dari tesisnya. Selesai mandi Furqan memakai jas yang dulu dipakainya saat pesta pernikahan. Anna memandang senang penuh harapan. Ia berharap inilah saatnya yang sekian lama ia tunggu-tunggu akhirnya datang.

Malam ini kita ke hotel ya Dik?”

Ke hotel mana?”

Pilih mana Lor Inn apa Novotel?”

Mm... Novotel saja.”

Boleh.”

Untuk apa kita ke hotel Mas? Apa tidak di rumah saja?”

Untuk sesuatu yang tidak biasa.”

Apa saatnya telah tiba? Hari yang kamu janjikan telah datang.”

Mas harap begitu Dik. Cepatlah berkemas. Nanti kalau keburu maghrib tidak enak.”

Baik Mas.”

Anna langsung berkemas. Ia juga menyiapkan gaun pengantin yang dulu ia pakai. Semua perlengkapan yang ia rasa harus ia bawa ia masukkan ke dalam kopernya. Anna begitu semangat. Rasanya ia ingin segera sampai di Novotel. Ia ingin membuktikan pada dunia dan pada siapa saja, bahwa dirinya tidak kalah dengan Miatun. Ia bisa hamil dan akan punya anak, insya Allah.

Sejurus kemudian mereka berdua menuruni tangga, turun dari kamar. Di ruang tengah mereka berpamitan pada Kiai Lutfi dan Bu Nyai Mur.

Kami ada perlu penting di Solo Bah. Kami mau menginap di sana.” Kata Anna pada Abahnya. Sang Abah hanya mengangguk, lalu batuk. Bu Nyai Nur mengantar sampai beranda. Anna dan Furqan masuk mobil.

Matahari memerah di ufuk barat. Tak lama lagi akan masuk ke peraduannya. Burung-burung beterbangan kembali ke sarangnya. Para petani yang sehari hari menggarap sawah tampak berjalan di pematang untuk pulang. Furqan mengemudikan mobilnya dengan tenang. Mobil itu melintas di depan pasar Kartasura dan terus ke timur. Melewati kampus UMS, lalu pasar Kleco. Terus lurus ke timur masuk jalan Slamet Riyadi. Hari sudah menjelang petang. Lampu-lampu jalan sudah menyala. Azan maghrib tak lama lagi akan bergema.

Tahu tidak Mas, kenapa jalan ini dinamakan jalan Slamet Riyadi?”

Tidak tahu Dik, Mas kan bukan asli orang Solo.” ”Mau tahu?”

Mau.”

Seingat saya ya Mas. Jalan ini dinamakan Slamet Riyadi untuk mengenang serangan umum tahun 1949 yang dipimpin oleh Letnan Kolonel Slamet Riyadi. Kalau tidak salah setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya, Belanda kembali datang ke Indonesia. Datang untuk kembali menjajah Indonesia. Dengan segala cara Belanda ingin menguasai kembali Indonesia.

Para pejuang kita tidak tinggal diam. Mereka berjihad membela tanah air dan bangsa. Mereka korbankan harta, darah dan bahkan nyawa. Terjadilah perang mempertahankan kemerdekaan di mana- mana antara tahun 1945 sampai 1949. Pada tahun 1948 Belanda menguasai banyak wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Bulan Desamber 1948 Belanda melancarkan agresi dan berusaha menghancurkan tempattempat strategis milik pemerintah RI, tujuannya untuk memberitahukan kepada dunia bahwa pemerintah RI telah lumpuh, telah tiada.

Ceritanya, Belanda minta agar para pemimpin dan pejuang Republik ini menyerah. Tapi Jendral Soedirman menolak menyerah. Jenderal hebat ini bergerilya di hutan hutan dan desa-desa yang terletak di sekitar kota Yogyakarta dan Surakarta. Untuk membantah opini yang disiarkan Belanda ke seluruh dunia, maka Jenderal Soedirman merancangkan

Serangan Oemoem”. Serangan Oemoem ini merupakan sebuah serangan besar besaran yang bertujuan untuk menduduki kota Yogyakarta dan Surakarta. Serangan di Yogyakarta dipimpin oleh Letnan Kolonel Suharto, manakala serangan di Surakarta dipimpin oleh Letnan Kolonel Slamet Riyadi.

Dan untuk memperingati Serangan Oemoem ini, maka jalan raya utama di kota Surakarta dinamai Jalan Slamet Riyadi!” Jelas Anna pada suaminya panjang lebar.

Kau ternyata suka sejarah ya Dik.”

Katanya bangsa yang besar adalah bangsa yang selalu menghayati sejarahnya dan menghormati para pahlawannya.”

Kau benar Dik.”

Mobil itu sudah mendekati Hotel Novotel. Ketika azan mengalun merdu, Furqan dan Anna sudah keluar dari mobil. Mereka ke resepsionis. Setelah Furqan tanda tangan seorang pelayan hotel mengantarkan sampai kamar. Furqan memilih kamar yang mewah di lantai enam. Begitu masuk kamar dan meletakkan tas tangannya, Anna langsung ke jendela. Berdiri atau duduk di samping jendela adalah kesukaan Anna sejak kecil. Ia tak bisa membayangkan sebuah rumah tanpa jendela. Dari jendela kamar hotel itu keindahan sebagian kota Solo bisa dinikmati.

Furqan berdiri di samping Anna.

Indah ya Mas.” Kata Anna sambil melihat lampu lampu kota Solo yang tampak memancar ke kuning kuningan.

Iya.”

Kita shalat maghrib dulu yuk.” Pinta Anna sambil perlahan menutup gorden.

Ayuk.”

Furqan masuk kamar mandi mengambil air wudhu. Sedangkan Anna melepas jilbab dan kaos kakinya. Furqan keluar, gantian Anna yang masuk. Usai wudhu Anna mengambil mukena dari kopornya. Furqan memandangi wajah isterinya dalam-dalam. Ia selalu kagum dengan wajah yang sangat penyabar itu. Anna tahu suaminya memperhatikannya. Ia pun memandang lekat-lekat wajah suaminya. Anna tersenyum. Demikian juga Furqan.

Ayo sholat nanti kehabisan waktu kita.” Bibir Anna bergetar, suaranya bening.

Ayo.”

Furqan menghadap kiblat lalu mengucapkan Takbiratul Ihram. Setelah Fatihah ia membaca surat Al Kafirun dan Al Ikhlas. Anna makmum di belakangnya dengan wajah menunduk khusyu’. Selesai shalat, zikir dan doa, Anna mencium tangan suaminya. Furqan bangkit lalu duduk di tepi ranjang. Anna bangkit lalu berjalan ke depan almari. Ia melepas gamisnya. Ia tidak canggung sedikit pun. Furqan berdesir melihat apa yang dilakukan isterinya. Anna lalu mengambil gaun pengantin yang ada di dalam kopor dan mengenakannya. Tak lama kemudian Furqan bagai menyaksikan bidadari turun dari langit. Ia teringat malam pertamanya. Malam pertama yang menyiksa batinnya. Yang perihnya masih terasa sampai saat itu.

Anna mengambil parfumnya. Suasana malam pertama itu langsung tercipta. Bau wangi yasmin menyebar pelan. Bau nan suci merasuk ke hidung Furqan. Merasuk ke seluruh aliran darahnya. Membuat jantungnya berdegup kencang. Furqan maju dan mencium kening isterinya. Tangan lentik Anna menggeragap hendak melepas jas yang dikenakan Furqan. Wajah Anna membara karena gairah.

Apakah kamu benar-benar siap, isteriku sayang?” Tanya Furqan.

Aku sudah menunggunya dengan dada membara selama enam bulan suamiku sayang. Apa kamu tidak juga mengerti dan paham?”

Kau siap dengan segala akibatnya?”

Kalau tidak siap kenapa aku mau jadi isterimu.”

Tapi ada satu hal yang kamu tidak tahu. Aku tidak ingin menyampaikan hal ini. Tapi harus aku sampaikan malam ini. Setelah itu terserah apa keputusanmu.”

Aku tidak tahu apa yang Mas maksud.”

Dik aku sungguh sangat mencintaimu?”

Sama aku juga mencintai Mas.”

Aku sungguh tak ingin kehilanganmu.”

Aku tahu itu.”

Namun aku tak ingin menzalimimu. Aku tidak menyentuh mahkota yang paling berharga milikmu karena aku tidak ingin menzalimimu Dik. Bukan karena aku tidak mampu. Ada satu tembok sangat kuat dan berduri yang menghalangiku dari menyentuh mahkota paling berharga milikmu.”

Aku tak paham maksudmu Mas.”

Sesungguhnya saat akad nikah itu aku sudah tidak perjaka Dik.”

Apa?!” Anna kaget.

Maafkan aku Dik, tapi sungguh bukan aku menyengaja.”

Aku tak percaya! Mas yang ketua PPMI! Mas yang jadi mahasiswa kebanggaan orang-orang di KBRI! Mas yang sudah selesai S2 dan kini mau S3! Mas yang mengajar ngaji para santri! Mas yang... hiks... hiks...” Anna tak kuasa melanjutkan kata-katanya.

Maafkan aku Dik, tapi tolonglah kamu dengarkan dulu ceritaku, jangan marah dulu, jangan menangis dulu. Aku akan bercerita dengan sejujur-jujurnya. Baru setelah itu terserah kamu. Terserah mau kamu apakan aku.” Ucap Furqan mengiba sambil menyeka air mata Anna.

Tolong, Dik, dengarkan ceritaku dulu, arjulk 31” 31 Arjulk. Aku minta padamu, aku bertiarap padamu.

Baik Mas, akan aku dengar. Tapi mendengar pengakuanmu itu hatiku sudah sakit.” Kata Anna mengungkapkan rasa dalam hatinya.

Maafkan aku Dik, maafkan...” Kata Furqan, ia lalu menceritakan apa yang menimpanya sebelum ia pulang ke Indonesia. Ia bercerita dengan sejujur-jujurnya.

Ia bercerita tentang peristiwa mengerikan yang menimpanya di Hotel Meridien. Ia yang tahu-tahu bangun tidur dengan keadaan yang memalukan. Lalu pesan Miss Italiana yang mengintimidasinya. Tentang foto-foto yang memalukan. Tentang tertangkapnya Miss Italiana yang ternyata agen Mossad penyebar virus HIV. Dan tentang dirinya yang divonis positif mengidap HIV. Serta janji Kolonel Fuad untuk tidak menyebar berita tentangnya, juga janjinya pada Kolonel Fuad untuk tidak menyebarkan virus HIV yang diidapnya pada orang lain.

Anna mendengarkan cerita itu dengan hati perih. Ia merasa seperti ada sebuah tombak berkarat yang menancap tepat di ulu hatinya. Tangisnya meledak. Furqan diam di tempatnya. Ia tahu kenyataan itu akan sangat menyakitkan Anna. Tapi jika tidak ia sampaikan ia akan terus tersiksa. Ia merasa telah lepas dari satu beban psikologis. Selanjutnya ia akan menyerahkan keputusan seluruhnya pada Anna.

Anna masih menangis tersedui-sedu. Furqan meremas remas rambutnya, tak tahu ia harus berbuat apa saat itu. Tibatiba merasa sangat kasihan pada isterinya yang sangat dicintainya itu.

Anna masih menangis. Gadis itu mengusap mukanya. Lalu memandang wajah Furqan dengan nanar dan marah,

Kau sangat jahat! kamu begitu tega mendustaiku dan mendustai seluruh keluargaku! Bahkan kamu mendustai seluruh orang yang hadir saat akad pernikahan kita! Sebelum menikah pegawai KUA itu membacakan statusmu perjaka! Ternyata kamu dusta! Lebih jahat lagi, ternyata kamu mengidap penyakit yang dibenci semua orang, dan kamu tega menyembunyikannya dariku! kamu jahat!”

Maafkan aku Dik, aku memang jahat!”

Sangat sulit bagiku memaafkanmu Fur!” Anna tidak lagi memanggil dengan panggilan Mas, tapi langsung memanggil nama Furqan! Itu sebagai tanda dalam hati Anna sudah tidak ada lagi penghormatan pada Furqan.

Ya aku jahat. Tapi satu hal yang aku minta kamu pertimbangkan, aku sangat mencintaimu, aku sangat menghormatimu, aku tidak ingin menyakitimu. Aku jahat mungkin, tapi nuraniku mencegahku untuk menyentuh mahkota kewanitaanmu. Kenapa? Karena aku tahu kamu bisa tertular virus itu. Aku tidak mau terjadi itu padamu. Kalau aku mau aku bisa lebih jahat lagi. Malam pertama itu aku lakukan tugasku sebagai suami. Selesai. kamu dan aku kena HIV selesai. Ketika kamu menggugatku aku akan gantian menggugatmu. kamu tidak mungkin tahu aku kena HIV- Tapi aku tidak lakukan itu!”

Terus kenapa kamu nikahi aku, hah?!”

Karena aku mencintaimu.”

Dan cintamu itu menyakiti aku! Cintamu itu kini jadi jahnannam bagiku! Kalau seperti ini apa yang kamu inginkan dariku? Sekedar jadi boneka hias dalam kehidupanmu? Sekedar jadi aroma kamarmu yang cuma kamu hisap dan kamu cium-cium baunya? Sekedar jadi simbol kering. Keangkuhanmu sebagai kelas konglomerat yang merasa berhak membeli apa saja? Apa yang kamu inginkan dariku Furqan?”

Aku sendiri tak tahu Dik.”

Kau tahu syariat Fur! kamu tahu kitab Allah, kamu tahu tuntunan Rasulullah! Seharusnya kamu tidak menikahiku, iya kan!? kamu tahu kalau menikahiku itu akan jadi mudharat bagiku. Akan menyakitiku, iya kan? Dan pernikahan yang pasti menyakiti isteri atau suami itu haram hukumnya, iya kan!?” Anna mencecar dengan amarah. Ia berusaha menjaga untuk tidak mengeluarkan kata-kata kotor.

Iya. kamu benar Dik!”

Kenapa yang haram itu kamu lakukan juga, hah?! Apa kamu tidak takut pada Allah!?”

Furqan diam.

Aku minta maaf, Dik. Aku terima semua keputusanmu.”

Baik. Ceraikan aku!” Ucap Anna penuh amarah. Jika ia punya palu dan halal membunuh lelaki di hadapannya, rasanya ia ingin menghantamkan palu itu ke kepala Furqan hingga hancur berkeping- keping. Furqan diam. Hatinya bagai tertusuk pisau yang sangat tajam. Tapi ia sudah menyiapkan saat-saat Anna akan mengucapkan kalimat itu. Ia insyaf yang salah adalah dirinya, bukan Anna.

Tak ada pilihan lain Dik?”

Tidak!”

Kalau begitu, kapan aku harus menceraikan dirimu?”

Sekarang juga!”

Sekarang?” ”Iya!”

Akan aku ceraikan kamu Dik, meskipun dengan hati sakit, tapi dengan dua syarat.”

Aku tak mau ada syarat!”

Kalau begitu urusannya akan jadi panjang, aku akan benar-benar berubah jadi penjahat sekalian!”

Maksudmu apa Fur?”

Kau tak sedikitpun berempati padaku. Aku ini sudah hancur sejak sebelum pulang ke tanah air. Menikah denganmu adalah sedikit untuk mengobati sakitku. Aku seperti mayat yang berjalan. Cahaya hidupku seperti telah padam. kamu tahu, aku tak punsa tempat untuk berbagi nestapa. Ayah ibuku saja tidak tahu apa yang sebenarnya menimpa putranya. Dalam rasa sedihku yang hampir bercampur putus asa aku masih menggunakan nuraniku. Yaitu dengan tetap menjaga kesucianmu. Aku tak ingin menularkan virus itu padamu.

Kau sedikitpun tak mau berempati padaku. Baiklah, aku cuma mensyaratkan dua syarat yang tidak berat padamu kalau kamu ingin agar aku menceraikanmu. Yaitu pertama ijinkan aku mencium keningmu sekali lagi. Ciuman perpisahan, sebab ketika kata-kata cerai telah aku ucapkan maka aku tidak halal lagi menciummu. Yang kedua, tolong rahasiakan apa yang menimpaku. Demi menjaga kehormatan keluargaku dan juga kehormatan keluargamu.

Kalau kamu obral cerita ini, dan kamu tidak punya bukti, maka perang akan berkobar amtara keluargaku dan keluargamu. Kita semua akam sama-sama binasa. Meskipun aku tidak menginginkannya, pasti orang-orang yang menyayangiku tidak akan pernah terima dengan ceritamu. Katakan saja pada keluargamu, nanti kalau kita cerai, cerai kita karena sudah tidak mungkin cocok lagi.

Itulah syarat yang aku minta padamu. Kalau kamu tidak juga mau maka mungkin tak ada pilihan lagi bagiku kecuali jadi penjahat sekalian. Toh kamu sudah bilang aku jahat.

Malam ini juga dengan gaun pengantin yang kamu kenakan akan aku renggut kehormatanmu di kamar ini. Setelah itu terserah apa maumu. Seandainya kamu berteriak, aku santai saja, kita kan masih suami isteri. Aku berhak melakukan itu padamu. Meskipun kamu menolaknya.

Kalau kamu mengadu pada ayahmu misalnya kamu merasa diperkosa, paling mereka tertawa. Toh kamu sudah sering memperlihatkan di hadapan mereka pura-pura mandi sebelum Subuh. Kenapa kali ini merasa diperkosa. Toh kita tadi berangkat dengan menampakkan kemesraan di hadapan mereka. Hanya itu pilihan untukmu Dik.”

Furqan berkata kepada Anna dengan hati bergetar. Ia tidak ingin mengatakan hal itu. Tapi entah kenapa melihat amarah Anna, amarahnya ikut menyala. Mendengar perkataan Furqan, Anna jadi berpikir bagaimana secepatnya menyelamatkan jiwanya. Ia tak mau diperkosa sama Furqan. Ia tak bisa membayangkan dirinya terkena virus HIV. Akhirnya dengan suara lunak, Anna menjawab,

Baik, aku terima syaratmu. Tapi aku pegang janjimu, kamu ceraikan aku setelah kamu mencium keningku.”

Aku akan pegang janjiku. Allah jadi saksi kita berdua. Aku juga pegang janjiku untuk merahasiakan yang terjadi di antara kita. Demi menjaga kehormatan keluarga kita masingmasing.”

Baik Fur.”

Aku tahu, setelah ini kamu pasti takut dan tidak mungkin tidur lagi sekamar denganku. Jangan takut. Aku akan pesankan kamar untukmu. kamu yang pegang kunci. Besok pagi kamu bisa pulang pakai taksi. kamu bisa memberikan alasan yang tepat pada keluargamu.” Kata Furqan.

Terima kasih Fur. Tapi biar aku cari hotel lain sendiri” ”Terserah kamu, kemasilah barang-barangmu!”

Anna lalu mengemasi semua barangnya. Ia mengambil gamisnya lalu masuk ke kamar mandi. Tidak seperti awal masuk hotel tadi tidak peduli ganti pakaian di hadapan Furqan, kali ini ia merasa Furqan adalah orang lain. Ia melepas gaun pengantinnya di kamar mandi dan menggantinya dengan gamis. Ia memakai jilbabnya kembali, juga kaos kaki. Lalu ia keluar dan memasukkan gaun pengantinnya ke koper.

Sudah semua?” Tanya Furqan.

Tak ada yang ketinggalan?”

Tidak.”

Kemarilah isteriku!” Kata Furqan.

Anna maju dan duduk di samping Furqan yang sejak tadi duduk di tepi ranjang. Dengan penuh cinta Furqan mencium kening Anna. Sebuah ciuman perpisahan.

Maafkan aku Anna, aku telah menyakiti hatimu dan nyaris menghancurkan hidupmu.” Lirih Furqan dengan suara terisak-isak.

Aku percaya pada ceritamu Fur. kamu adalah korban tak bersalah. Tapi aku tak bisa hidup denganmu lagi.”

Aku tahu.”

Aku sudah penuhi syaratmu, sekarang aku tagih janjimu!” Ucap Anna tegas.

Aku nikahi kamu dengan baik-baik, maka aku cerai kamu dengan baik- baik. Mulai saat ini aku cerai kamu Anna’ kamu bukan lagi isteriku, dan aku bersumpah tak akan lagi kembali kepadamu!”

Terima kasih Fur. Aku harus pergi!”

Dengan linangan air mata Anna keluar dari kamar itu. Ia tak tahu akan ke mana. Yang ia inginkan adalah segera keluar dari hotel itu secepatnya. Ingin rasanya ia lari sejauh jauhnya lalu menangis sejadi-jadinya.

Begitu Anna pergi, Furqan menangisi nestapanya. Orang yang paling dicintainya itu sudah sangat jauh darinya. Ia merasa hanya mukjizat yang akan mempertemukan dirinya dengan Anna kembali. Jika ia dibenci oleh Anna, maka Anna tidaklah bersalah. Dirinyalah yang salah. Apa dosa Anna sampai harus ikut terkena getah nestapa yang menderanya. Dirinyalah yang zalim dan aniaya. Dialah yang selama ini buta kehilangan kesadarannya.

Anna memejamkan mata. Bulir-bulir bening keluar dari kelopak matanya. Ia mengadu kepada Yang Maha pengasih dan Penyayang,

Ya Allah hilangkanlah segala sebab yang menjadikan kami berkeluh kesah takut, cemas, sedih, dan marah. Amin

Keluar dari Novotel, Anna langsung menghubungi taksi langganan Abahnya. Lima belas menit kemudian, taksi itu datang menjemputnya.

Kemana Neng? Mau pulang?” Tanya sopir taksi yang sudah tua itu.

Anu Pak. Antar saya ke Hotel Quality!”

Baik Neng.”

Taksi berjalan ke arah Monumen Pers. Lalu belok kiri. Langit tertutup awan tipis. Rembulan muncul tenggelam. Anna Althafunnisa masih juga belum percaya apa yang dialaminya. Ia telah menjadi janda. Ia cemas dan gelisah. Ia takut menghadapi status barunya yaitu seorang janda. Anna menerawang ke depan dengan pandangan kosong, ia belum menemukan kalimat apa yang akan disampaikannya kepada Abah dan Umminya. Ia meraba dalam hati, apakah ini tafsir

keraguan tipis yang selalu menderanya saat akan mengiyakan lamaran Furqan dulu? Kenapa dulu ia tergesa-gesa menjawab ’iya’.

0 komentar:

Posting Komentar

REVAN NINTANG BLOG. Diberdayakan oleh Blogger.