Minggu, 16 Agustus 2009

14 Malam Pertama

Meskipun malam itu bulan tertutup awan, namun keindahannya bagi Furqan sulit dilukiskan. Setelah satu hari penuh menerima tamu yang datang pergi bergantian, akhirnya ia dan Anna bisa masuk kamar pengantin yang telah disiapkan tepat jam sembilan.

Ia melepas peci dan jas putihnya yang ia pakai sejak jam tiga. Anna melepas gaun pengantin putihnya perlahan. Ia memperhatikan isterinya melepas gaun pengantinnya itu dengan jantung berdegup kencang. Setelah jilbab dilepas tampaklah Anna dengan rambut hitamnya yang tergerai berkilauan. Di balik gaun pengantin Anna temyata masih memakai rangkapan kaos putih ketat dan bawahan putih tipis.

Anna tersenyum tipis pada Furqan.

Kedua kaki Furqan bagai terpaku di tempatnya. Seluruh syarafnya bergetar. Hatinya dingin. Ada gelombang kebahagiaan luar biasa yang bagai memusat di ubun ubun kepalanya.

Anna meraih parfum, bau wangi yasmin nan suci merasuk ke hidung Furqan. Merasuk ke seluruh aliran darah Furqan.

Anna menyibakkan rambutnya dan mengulurkan kedua tangannya sambil duduk di tepi ranjang yang bertabur bunga kebahagiaan.

Ayolah sayang, peganglah ubun-ubun kepalaku. Dan bacalah doa barakah sebagaimana para shalihin melakukan hal itu pada isteri mereka di malam pertama mereka yang bahagia.” Kata-kata Anna bening dan bersih.

Furqan tergagap, ia kikuk, ia lupa pada dunia. Ia lupa pada perasaan sedihnya yang selama ini menderanya. Ia melangkah, ia ingat sunnah itu. Sunnah memegang ubun ubun kepala isteri di malam pertama ketika pertama kali bertemu. Tapi ia lupa doanya. Ia lupa apa doanya.

Ia mengingat-ingat tapi tidak juga ingat. Yang penting ia maju dan mencium kening isterinya.

Furqan duduk di samping Anna. Bau wangi yasmin dan bau tubuh Anna begitu kuat ia rasa. Anna memejamkan mata. Furqan memegang ubun-ubun isterinya dengan dada bergetar. Ia tidak bisa berdoa apa-apa. Ia hanya mengatakan,

Bismillahi, Allahumma.” Seterusnya tidak jelas. Anna larut dalam perasaan bahagianya. Ia sudah menyerahkan jiwa dan raganya seutuhnya pada suaminya.

Anna membaca ’amin’ dengan mata berkaca-kaca. Lalu dari pojok kedua matanya, aliran hangat meleleh ke pipi.

Furqan mengusap air mata yang mengalir di pipi isterinya. Ia lalu mengusap rambutnya isterinya yang halus. Lalu perlahan Furqan mencium pipi isterinya. Ciuman yang membuatnya bagai melayang karena bahagia.

Anna membuka matanya. Furqan memandangi wajah isterinya dengan penuh kasih sayang dan cinta. Kedua mata suami isteri itu bertemu. Hati Furqan berdesir saat melihat bibir

Anna yang ranum.

Saat ia hendak menciumnya, Anna berkata,

Mari kita shalat dulu dua rakaat Mas. Kita bersihkan jiwa dan raga kita dari segala kotoran. Agar apa yang kita lakukan mulai saat ini sebagai suami isteri bersih, ikhlas semata-mata karena Allah. Bukan karena syahwat atau pun birahi. Bukankah itu yang dilakukan para shalihin sejak awal mereka berumah tangga?”

Furqan menarik dirinya. Ia jadi malu pada Anna. Kenapa ia begitu tergesa-gesa. Kenapa ia hanya memperturutkan nafsunya. Furqan beranjak ke kamar mandi untuk mengambil air wudhu. Kamar itu memang dilengkapi dengan kamar mandi di dalam kamar. Setelah Furqan wudhu gantian Anna yang wudhu. Furqan kembali memakai jas dan pecinya. Sedangkan Anna langsung memakai mukena yang telah dipersiapkannya.

Furqan menjadi imam. Ia membaca surat Al Insyirah dan An Nasr. Anna makmum di belakangnya dengan khusyu’. Dalam sujudnya Anna memohon agar ia diberi barakah dan kebaikan di dunia dan di akhirat. Agar rumah tangganya sakinah, mawaddah dan rahmah.

Usai shalat Furqan berdoa secara umum untuk kebaikan dunia dan akhirat. Anna mencium tangan suaminya dengan penuh cinta. Furqan memandangi isterinya yang bercahaya dibalut mukena putihnya.

Kenapa Mas Furqan membaca doa umum, bukan doa khusus untuk kita sebagai pasangan yang baru menikah?” Pelan Husna sambil tersenyum pada Furqan.

Mas gugup Dik. Jadi lupa. Nanti kita bisa berdoa lagi kan?” Jawab Furqan diplomatis.

Nggak apa-apa? Mas mau melakukan itu sekarang?”

Iya.”

Apa Mas tidak letih?”

Tidak.”

Baiklah. Tapi Anna ambil air minum ke bawah dulu ya Mas? Sebentar saja. Anna haus.”

Mas tunggu.”

Anna melangkah keluar kamar tetap dengan memakai mukenanya. Furqan melepas kembali jas dan pecinya. Ia juga melepas kemejanya.

Ia bersiap untuk melalui detik detik paling membahagiakan dan paling bersejarah dalam hidupnya. Ia mendengar handphonenya berdering. Ada sms masuk. Ia ambil han phonenya yang ada dalam saku jasnya. Ia buka. Ada tiga sms dari Ustadz Mujab, Cairo. Ia tersenyum. Ia baca.

Akhi, selamat ya. Barakallahu laka wa baaraka ’alaika wa jama’a bainakuma fi khair. Semoga rumah tangga kalian sakinah, mawaddah wa rahmah. Sakinah maknanya pasangan suami isteri itu menjadi tempat yang nyaman untuk berbagi perasaan, berbagi suka dan duka. Mawaddah artinya benarbenar saling mencintai. Dan rahmah artinya saling mengasihi, saling merahmati, saling menyayangi. Rahmah di sini menurut ulama berarti pasangan suami isteri tidak ada tindakan saling menyakiti sedikitpun. Suami tidak menyakiti isteri. Baik ragawi maupun rohani. Dan sebaliknya. Jagalah isterimu. Perlakukan dengan sebaik-baiknya. Jangan kamu sakiti sedikitpun. Bertakwalah kepada Allah. Selamat menempuh hidup baru. Mujab.”

Ia bahagia membaca sms itu. Namun juga tersentak bagai tersengat aliran listrik. Ia sangat mencintai Anna. Namun ia tidak boleh menyakitinya. Sedikitpun. Tanpa ia minta ia kembali teringat virus yang ia rasa bercokol dalam dirinya. Virus HIV. Jika ia melakukan itu sekarang, apakah ia tidak menyakiti Anna. Bagaimana kalau Anna tertular HIV?

Kesedihan dan nestapa tiba-tiba mendera dirinya. Ia tidak mau mengkhianati dirinya sendiri. Ia sangat mencintai Anna, ia tidak mau menyakitinya. Keinginannya untuk melakukan ibadah biologis perlahan-lahan surut.

Assalamu’alaikum.” Sapa Anna pelan membuka pintu. Senyum putri Kiai Lutfi itu mengembang. Anna datang membawa gelas berisi air agak kuning kecoklatan.

Mas minumlah ini dulu. Ini madu. Biar lebih fres dan bugar.”

Kata Anna sambil mengulurkan gelas yang ia bawa pada Furqan yang duduk di tepi ranjang. Furqan menerimanya dengan tangan bergetar. Ia paksakan untuk tersenyum pada isterinya. Anna balas tersenyum. Furqan meminum air madu itu teguk demi teguk sampai habis. Lalu meletakkan di meja rias dekat ranjang. Anna melepas mukenanya, lalu duduk di samping Furqan.

Aku siap beribadah Mas. Aku sudah siap untuk menyerahkan jiwa dan raga. Aku siap untuk menjadi lempung di tangan seorang pematung. Dan Mas Furqanlah sang pematung itu.” Kata Anna sambil perlahan hendak melepas kaos putih ketat yang menempel tubuhnya. Dada Furqan berdesir kencang. Ia ingin memeluk tubuh isterinya itu dengan penuh cinta. Namun ia teringat virus HIV yang bercokol dalam tubuhnya. Dengan mata berkaca kaca ia memegang tangan isterinya.

Dik, jangan sekarang ya? Letih. Besok saja.” Lirihnya pada Anna.

Benar besok? Tidak sekarang?” Tanya Anna.

Iya besok saja. Kita istirahat saja dulu. Tak usah tergesagesa ya.”

Anna ikut Mas saja. Tapi kenapa Mas menangis?”

Mas sangat terharu akan ketulusanmu. Mas juga menangis karena sangat bahagianya. Mas seperti mimpi bisa memiliki isteri sepertimu.”

Anna juga sangat bahagia Mas. Mas adalah imam Anna, pelindung Anna, Murabbi Anna, juga insya Allah ayah dari anak-anak Anna kelak. Tahu tidak Mas. Kemarin malam Abah bermimpi yang menurut Ummi adalah mimpi tentang Mas. Mimpi yang sangat menakjubkan.”

Mimpi apa itu Dik?”

Abah bermimpi melihat gugusan bintang. Terus ada bintang yang sangat terang cahaya. Paling terang di antara lainnya. Bintang itu turun dan bersinar di atas mimbar masjid pesantren. Terus Abah juga melihat beberapa tunas pohon kelapa yang menakjubkan yang tumbuh tepat di halaman pesantren. Dan Abah menemukan sorban Kiai Sulaiman Jaiz yang sangat wangi di kamar Anna ini.

Menurut Ummi mimpi itu adalah sebuah petunjuk penting menjelang pernikahan ini. Bintang itu menurut Ummi adalah Mas. Karena Mas-lah nanti yang insya Allah akan menggantikan Abah. Mas-lah bintang di mimbar pesantren itu. Lalu tunas-tunas pohon kelapa itu adalah anak-anak hasil pernikahan kita. Dan sorban itu menurut Ummi bisa jadi menunjukkan kepada kita Mas bertalian darah dengan Kiai Sulaiman Jaiz.”

Siapa itu Kiai Sulaiman Jaiz Dik?”

Pendiri pesantren ini, yang sampai sekarang tidak diketahui rimbanya.”

Apa Kiai Sulaiman pernah ke Betawi.” “Allahu a’lam.”

Semoga takwil ibumu itu benar.” “Semoga. Amin.”

Malam itu Furqan tidak tidur sepicing pun. Meskipun matanya memejam tapi pikiran dan hatinya terus terjaga. Sesekali ia membuka matanya lalu memandangi isterinya yang tidur di sampingnya. Wajah isterinya begitu bersih jelita. Ia ingin menciumnya tapi ia urungkan karena khawatir membangunkannya.

Di dalam dadanya seperti ada bara yang membara. Bara cinta, juga bara nafsu pada isterinya. Pada saat yang sama juga ada bara kemarahan yang ia tidak tahu dari mana datangnya. Ia marah pada dirinya sendiri. Marah pada virus HIV yang ia rasa bercokol dalam seluruh sel dan aliran darahnya. Malam ini ia berkukuh untuk tidak menyakiti isterinya. Tapi ia bertanya sendiri pada dirinya, kalau setiap hari bertemu dan tidur satu ranjang dengan isterinya yang begitu jelita apakah ia akan selalu mampu menahan diri.

Terus harus bagaimana?

Anna telah sah jadi isterinya. Sah untuk ia apa-apakan. Bahkan Anna sudah menyerahkan seluruh jiwa raganya padanya. Dengan tulus Anna tadi berkata padanya,

Aku siap beribadah Mas. Aku sudah siap untuk menyerahkan jiwa dan raga. Aku siap untuk menjadi lempung di tangan seorang pematung. Maslah sang pematung itu.” Maka alangkah ruginya jika ia tidak menikmati kebahagiaan ini setuntas tuntasnya. Kenapa memperdulikan virus HIV? Sudah menjadi risiko Anna karena menikah dengannya terkena virus HIV. Semua orang toh punya risiko terkena penyakit. Tak terkecuali Anna. Begitulah suara rasionya bergemuruh menghasutnya.

Namun dengan sangat halus dan lembut nuraninya mengingatkan bahwa alangkah zalimnya ia jika menyakiti Anna. Apa dosa Anna, sampai tega harus hidup sengsara terkena virus HIV? Mana itu takwa? Mana iman? Mana rasa percaya kepada Tuhan? Mana keimanan kepada hari kemudian? Dan apa dosa Kiai Lutfi sampai putri dan keluarganya dihancurkan? Apa dosa pesantren Wangen sampai dikotori dengan kelaliman? Apa nanti pandangan para santri dan masyarakat jika putri Kiai dan menantu Kiai terkena HIV? Apakah demi syahwat dan nafsu semua dijadikan korban? Alangkah bahagianya iblis dan setan? Sampai tengah malam batinnya terus berperang. Malam itu ia merasa sebagai manusia paling berbahagia di dunia, namun juga merasa sebagai manusia paling nelangsa di dunia. Ia tidak tahu harus bagaimana lagi menata hidupnya? Ia seperti berada di tengah-tengah padang pasir yang gersang, yang sangat sepi, tak ada jejak apa pun di sana. Dan ia tidak tahu harus berbuat apa dan harus kemana?

Jam setengah tiga ia mendengar Anna mendesah lalu memanggil namanya. Ia memejamkan mata pura-pura tidur. Ia merasakan Anna bangkit. Turun dari ranjang. Lalu ia merasakan kedua tangan Anna memegang kepalanya dan isterinya itu mengecup keningnya.

Dadanya berdebar debar. Ia merasakan kesejukan luar biasa. Ia merasa benar benar dicintai isterinya sepenuh jiwa.

Sejurus kemudian ia mendengar gemericik air dari kamar mandi. Ia membuka kedua matanya. Saat Anna ia dengar mematikan kran dan keluar dari kamar mandi ia pura-pura tidur kembali. Anna mengambil sesuatu. Ia sedikit membuka matanya. Remang-remang ia melihat isterinya itu memakai mukenanya. Lalu mengambil sajadah dan shalat.

Ia tetap rebah di tempatnya. Ia bingung sendiri harus berbuat apa? Ia malu pada Anna. Ia malu pada kebersihan gadis itu. Apakah tega ia menyakitinya? Apakah tega ia merusaknya dengan virus HIV hanya karena ambisi nafsunya. Ia malu. Apakah ia sudah benar-benar tidak punya nurani dan jiwa? Nuraninya menghujatnya. Matanya berkaca kaca.

Ia mendengar isterinya terisak-isak berdoa. Doa yang sangat panjang.

Ia sangat faham isterinya. Di antara orang yang didoakan isterinya adalah dirinya. Isterinya meminta kepada Allah, agar dirinya dijadikan sebagai suami yang shalih yang selalu menjadi penolong meraih kebaikan di dunia dan di akhirat, bukan sebaliknya. Dia mendoakan agar dirinya diberi hidayah selalu, dan dikaruniai rasa takwa selalu di mana pun dia berada.

Isterinya mendoakan dirinya dalam shalat malamnya. Isterinya begitu mencintainya dengan sepenuh jiwa dan raga.

Apakah ia akan tega merusaknya?

Nuraninya bertanya. Dan ia hanya bisa merasakan pilu dan nestapa yang luar biasa. Ia memejamkan matanya kuat kuat. Air matanya meleleh.

Mas, tahajjud!” Isterinya membangunkannya pelan.

Ia membuka matanya dan bangkit. Isterinya menatapnya lekat-lekat.

Mas menangis lagi? Kenapa?”

Aku mendengar doamu Dik. Terima kasih ya. Semoga Allah meridhaimu.”

Amin. Mas, shalat tahajjud dulu. Nanti keburu subuh.”

Baik Dik.”

0 komentar:

Posting Komentar

REVAN NINTANG BLOG. Diberdayakan oleh Blogger.