20 BINTANG YANG BERSINAR TERANG
Anna baru saja pulang dari Khan Khalili. Ia membeli Papyrus , kaos, celak, siwak, gantungan kunci khas Cairo, dan minyak wangi. Ia tidak membeli banyak oleh -oleh untuk pu lang, terutama makanan. Sebab ia masih akan mampir di Kuala Lumpur beberapa hari. Ia bisa membeli tambahan oleh -oleh di Kuala Lumpur nanti.
"Wah jadi pulang nih Kak." Sapa Zahraza begitu Anna mele-takkan barang belanjaannya di atas meja ruang tamu.
"Insya Allah." Jawab Anna pelan sambil mengusap peluh di wajahnya. Hari ini lebih panas dari biasanya. Dan Anna naik taksi yang AC -nya sedang rusak.
"Belanja sendirian Kak?"
"Tidaklah Zah. Tadi aku pergi bertiga. Aku ditemani Cut Mala dan Erna. Cut Mala turun di Rab'ah sedangkan Erna itu masih di bawah. Ada penjual buah keliling. Ia ingin beli buah."
"Cut Mala itu yang mana sih Kak. Aku sering dengar namanya tapi kok belum pernah ketemu orangnya."
"Cut Mala, anak Aceh yang kemarin jayyid jiddan itu lho. Anaknya cantik dan ramah. Ia sering nulis di buletin Citra. Kalau mau kenalan nanti sore jam empat dia mau datang ke rumah ini. Dia mau tanya tentang beberapa masalah Ushul Fiqh."
"Wah kebetulan. Awak penasaran banget dengan yang namanya Cut Mala Kak. Dia katanya pernah diminta membaca Al-Quran oleh teman-teman mahasiswi di rumah Negeri Kedah. Suaranya katanya sangat indah. Ia jadi pembicaraan. Sayang awak tak hadir saat itu."
"Iya dia memang pernah menjuarai Musabaqah Tilawatil Quran se-Aceh."
"Oh ya, Wan Aina mana Zah?"
"Dia baru saja tidur. Dua puluh menit yang lalu. Baru pulang dari rapat panitia seminar."
"Seminarnya jadi positif hari Ahad?"
"Insya Allah positif, Profesor Razlina Afif, Guru Besar Sejarah Islam dari Universiti Malaya bahkan sudah tiba di Cairo. Profesor Sherly Lombard, Pakar Sejarah Asia Tenggara dari Birmingham University juga positif bisa datang."
"Syukur alhamdulillah kalau begitu."
"Tapi ada sedikit masalah?" "Apa itu?"
"Seminarnya kan memakai bahasa Inggris, jadi moderatornya harus benar-benar yang bisa berbahasa Inggris. Renca na panitia yang menjadi moderator adalah Wan Faiza Wan Nuh, yang sedang menempuh master di Cairo University . Wan Faiza tiba-tiba mengundurkan diri karena ia harus ke Damas kus untuk suatu urusan yang katanya sangat penting. Sampai sekarang panitia belum menemukan moderator yang tepat."
"Lha Wan Aina kan bahasa Inggrisnya bagus." "Dia bilang tidak berani."
"Masak tidak berani?"
"Dia sendiri yang bilang begitu," kata Zahraza meyakinkan
"Benar Kak Anna, saya tidak berani menghadapi audiens yang begitu banyak," tiba-tiba Wan Aina menjawab dari pintu kamarnya. "Tapi panitia, atas usulan saya sudah menemukan moderator yang tepat insya Allah ," lanjut Wan Aina.
"Siapa Wan?" tanya Zahraza.
"Kak Anna Althafunnisa."
"Apa? Aku? Kau jangan bercanda Wan !?" Anna kaget. "Aku tidak bercanda Kak Anna. Aku serius. Dan aku
diamanahi panitia untuk membereskan masalah ini. Dengan sepenuh harap aku minta Kak Anna mau menjadi moderator untuk acara seminar besok."
"Kau jangan main-main Wan, bahasa Inggrisku jelek"
"Kak Anna selalu merendah. Saya sudah lama hidup dengan Kak Anna, sudah lama mengenal Kak Anna. Hanya kakak yang menurut saya paling tepat untuk memoderatori seminar besok. Kakak pernah ikut pertukaran pelajar ke Wales selama satu tahun sebelum kuliah di Al Azhar. Bahasa kakak halus khas Wales," kata Wan Aina meyakinkan Anna.
"Tapi rasanya susah Wan. Segala sesuatu perlu persiapan. Aku tak ada persiapan sama sekali untuk tema seminar ini Wan. Aku bisa seperti badut nanti."
"Jangan kuatir Kak. Dalam satu jam ke depan, saya akan kasih Kakak print out makalah yang akan disampaikan oleh Profesor Razlina Afif dan Profesor Sherly Lombard. Juga makalah yang ditulis Prof. Dr.Nadia Hashem dari Cairo University . Dengan modal tiga makalah itu paling tidak Kakak punya persiapan yang cukup ditambah beberapa literatur yang nanti akan saya usahakan segera ada di meja belajar Kakak. Bagaimana Kak ?"
Anna diam tak menjawab.
"Ingat Kak, kita harus saling tolong menolong dalam kebaik-an. Tolonglah panitia Kak!" desak Wan Aina.
Anna sama sekali tidak bisa mengelak, akhirnya ia menjawab, "Baiklah akan aku coba semampuku."
"Terima kasih Kak."
Seperti yang dijanjikan Anna pada Zahraza, jam empat tepat Cut Mala tiba di rumah itu. Zahraza sangat senang berkenalan dengan gadis dari Aceh yang rendah hati itu.
"Saya pernah sekali ke Banda Aceh. Saya sempat tengok Masjid Baiturrahman. Rumah kamu jauh tak dari Masjid Baiturrahman?" tanya Zahraza pada Cut Mala
"Kalau rumah saya dari Masjid Baiturrahman jauh sekali. Saya tinggal di Pidie. Kalau tempat kelahiran saya cukup dekat dengan Masjid Baiturrahman. Masih satu kota. Saya lahir di Ulee Kareng, Banda Aceh," jelas Cut Mala.
Zahraza yang memang suka ngobrol mengajak Cut Mala berbicara ke mana -mana. Obrolan mereka berhenti ketika Anna mengajak Cut Mala masuk ke kamarnya. Cut Mala sangat hormat dan kagum pada gadis yang judul tesisnya sudah diterima itu. Ia sendiri bercita -cita bisa mengikuti jejak Anna Althafunnisa.
Cut Mala membawa diktat kuliahnya. Segala yang musy kil baginya ia tanyakan dengan tanpa rasa malu pada Anna. Anna menjawab sejelas jelasnya dengan penuh kesabaran.
"KakAnna, maksud kaidah ini apa?" tanya Cut Mala. "Coba baca apa kaidahnya!" pinta Anna.
"Kaidahnya begini Kak: Al Itsar bil qurbi makruuhun wa fi ghairiha mahbuubun! Di sini tidak ada penjelasan dan contoh nya sama sekali Kak. Saya belum benar-benar paham."
Anna langsung menjawab dengan tenang,
"Kaidah itu artinya, itsar, mengutamakan orang lain, da lam hal mendekatkan diri kepada Allah, atau mengutamakan orang lain dalam beribadah, itu hukumnya makruh. Adapun meng-utamakan orang lain pada selain ibadah itu dianjurkan. Dalam ibadah yang dianjurkan dan disunahkan adalah berlom ba-lomba mendapatkan yang paling afdal. Mendapatkan pahala yang paling banyak. Maka mengutamakan orang lain sangat tidak dianjurkan alias makruh.
"Contohnya, jika seseorang memiliki air yang hanya cu kup buat berwudhu untuk dirinya saja, maka ia tidak boleh memberikan air itu pada orang lain, agar orang lain bisa berwudhu sementara ia tayammum. Yang disunahkan adalah dia menggunakan air itu untuk berwudhu biarkan orang lain tayammun. Kecuali jika ada orang lain yang membutuhkan untuk minum karena kehausan, maka ia sebaiknya memberikan air itu padanya dan ia bisa bersuci dengan tayammum.
"Contoh lain, jika seorang Muslimah memiliki satu mukena. Lalu datang waktu shalat. Ia tidak diperbolehkan mempersilakan orang lain shalat dulu menggunakan mukenanya dan ia menunggu setelah orang-orang selesai menggunakan mukenanya. Yang benar adalah ia harus segera shalat sebelum yang lain. Ia harus mengutamakan dirinya. Sebab shalat di awal waktu itu lebih baik. Baru setelah ia shalat ia bisa meminjamkan pada orang lain. Dalam ibadah sekali lagi dimakruhkan mengutamakan orang lain. Begitu maksud kaidah itu Dik. Kau bisa menganalogikan dengan yang lain."
Cut Mala tampak puas mendengar jawaban itu. Tiba -tiba ia terpikir sesuatu yang menarik untuk ia tanyakan,
"Maaf Kak saya mau tanya. Kalau misalnya. Sekali lagi ini misalnya lho Kak. Misalnya ada seorang gadis Muslimah, dilamar oleh seorang pemuda yang sangat baik. Baik agama nya, akhlaknya, prestasinya, juga wajahnya. Lalu ia mengalah, mengutamakan saudarinya yang menurutnya lebih baik darinya dan lebih pantas menikah dengan pemuda Muslim tadi. Apa ini termasuk makruh Kak?"
Anna menatap kedua mata Mala. Sebuah pertanyaan yang membuatnya tersenyum sekaligus kagum akan kreativitas gadis dari Aceh ini. Bukankah pertanyaan yang baik adalah separo dari ilmu?
"Menurutmu menikah itu ibadah nggak Dik?" tanya Anna.
"Ibadah Kak. Bukankah menikah itu menyempurnakan separo agama?"
"Jadi jelas kan jawabannya. Aku pribadi kalau menemukan pemuda yang baik, yang menurutku sungguh baik dan ada yang menjodohkan aku dengannya ya aku akan mengutama kan diriku dulu. Tidak akan aku tawarkan pada akhwat lain. Menikah kan ibadah. Cepat-cepat menikah kan juga bagian dari berlomba -lomba dalam kebaikan. Kalau aku itsar, mengutamakan akhwat lain, berarti aku akan kalah cepat. Akhwat itu akan menikah duluan, dapat jodoh duluan dan aku belum. Jadi tertunda. Dan, tambah lagi belum tentu aku akan dapat jodoh yang lebihbaik dari itu. Meskipun jodoh ada yang mengaturnya yaitu Allah. Tapi kita kan harus ikhtiar. Di an tara bentuk ikhtiar, ya, ketika menemukan yang baik tidak usah mengutamakan orang lain. "
Cut Mala merasa mendapatkan wawasan baru belajar pada Anna. Cut Mala terus bertanya dan bertanya. Kurang lebih satu jam setengah Cut Mala berada di kamar Anna. Menjelang Maghrib ia minta diri. Zahraza mengingatkan agar datang ke seminar.
"Jangan lupa datang dan ajak teman-teman satu rumahmu ya. Besok moderatornya Kak Anna," ucap Zahraza.
"Insya Allah," jawab Cut Mala lirih.
Hari yang dinanti oleh mahasiswa Asia Tenggara tiba. Semi-nar sehari membahas sejarah ulama perempuan di Asia Teng-gara digelar juga. Peserta membludak. Di antara daya tarik -nya, selain nara sumbernya adalah tiga profesor dari univer-sitas terkenal di dunia, juga lantaran dimeriahkan oleh Group Nasyid terkemuka dari Malaysia. Auditorium Shalah Kamil Al Azhar University penuh sesak. Peserta yang hadir di luar prediksi panitia. Karena sudah mendekati ujian panitia mentargetkan enam puluh persen kursi ruangan Shalah Kamil terisi sudah bagus. Beberapa mahasiswa yang tidak bisa masuk ruangan sempat protes. Tapi panitia bisa menenangkan keadaan.
Seminar itu berjalan sangat hidup. Anna Althafunnisa jadi bintang yang bersinar cemerlang. Bahasa Inggrisnya yang khas Wales serta pengetahuannya yang luas, ditambah guyonan-guyonan segarnya benar-benar menghidupkan sua sana. Hadirin selalu berdecak kagum dan tersihir oleh kepia waian mahasiswi dari Indonesia yang selama ini tidak banyak dikenal itu.
"Uedan, moderatornya siapa itu Cak? Cuantik, pinter dan bahasa Inggrisnya fasih buetul! Anake sopo yo kae?"64 64 Anaknya siapa ya dia itu? Seorang mahasiswa dari Surabaya berkomentar pada temannya.
Sejak saat itu Anna menjadi buah bibir di kalangan mahasiswa Asia Tenggara. Cut Mala yang menjadi staf redak si buletin Citra, bersiap menulis profil orang yang dikagumi nya itu. Cut Mala, tiba -tiba merasakan bahwa prestasinya selama ini tak ada artinya apa -apa dibanding dengan yang telah diraih Anna Althafunnisa. Ia merasa harus banyak bela jar pada perempuan yang begitu sabar menjelaskan kaidah kaidah fikih padanya.
Di pojok auditorium itu seorang pemuda memandangi Anna dengan hati harap -harap cemas. Ia menaruh harapan besar bisa menyunting moderator yang sangat cemerlang itu. Namun kejadian di hotel membuatnya sangat cemas bisa menggagalkan harapannya. Pemuda itu adalah Furqan yang telah melamar Anna lewat Ustadz Mujab.
Furqan sama sekali tidak mengira kalau moderator pada hari itu adalah Anna. Hari itu ia benar-benar tersihir oleh pesona gadis yang telah dipinangnya, tapi belum juga memberi jawaban iya atau tidak. Furqan merasa jika ia gagal memi nang sang bintang itu, ia benar-benar menderita kerugian yang tiada terkira besarnya.
Sementara di sisi lain, seorang pemuda agak kurus mem perhatikan pesona Anna dengan mata berkaca -kaca. Dalam dada pemuda itu membuncah perasaan cemburu , kaget, baha gia juga sedih. Cemburu karena ia pernah mencoba untuk melamar gadis yang sedang menjadi pusat perhatian. Bahagia karena pada akhirnya ia bisa mengetahui wajah gadis yang pernah ia lamar itu dengan jelas. Bahkan menyaksikan sendiri kepiawaian dan kecerdasan gadis itu. Memang bukan semba rang gadis.
Dan kaget karena gadis itu adalah gadis yang pernah ia tolong bersama kawannya untuk ikut taksinya saat pulang belanja dari Pasar Sayyeda Zaenab. Ia pernah berbincangbincang dan pernah berada dalam jarak yang sangat dekat dengan gadis itu. Ia sangat menyesal bahwa ia tidak berterus terang mem -berikan nama aslinya pada gadis itu.
Pemuda itu adalah Khairul Azzam yang begitu mendengar ada seminar dengan moderator Anna Althafunnisa, ia langsung datang untuk menghilangkan penasarannya. Dalam hati pemuda itu berkata, "Alangkah bahagianya Furqan, jika ia benar-benar bisa menyunting Anna. Semoga kebaikan selalu menyertai kalian." Pemuda itu mengusap matanya yang basah. Hanya basah.Tak sampai ada airmata yang tumpah.
Anna menunaikan tugasnya dengan baik. Ia tampil biasa saja. Tidak ada yang ia buat-buat. Mengalir alamiah. Selesai seminar pikirannya cuma satu: besok terbang ke Malaysia bersama WanAina untuk melakukan penelitian tesisnya. Ia sama sekali tidak sadar kalau ia telah menyihir banyak orang dan telang menjadi seorang bintang. Bintang di kalangan mahasiswa Asia Tenggara di Mesir.
0 komentar:
Posting Komentar