3 BIDADARI DARI DAARU QURAN
Azzam bangun dua puluh menit sebelum azan Subuh berkumandang. Ia masih punya kesempatan buang hajat dan sikat gigi. Setelah itu ia mengambil air wudhu. Ia teringat belum shalat Witir. Ia sempatkan untuk Witir tiga rakaat. Selesai shalat ia sempatkan untuk nyebut-nyebut ibu dan adik adiknya dalam munajat. Azan Subuh berkumandang. Ia bangkit membuka gorden kamarnya. Jalan utama Kota Alexandria masih lengang. Hanya satu dua mobil yang berjalan. Kabut tipis tampak rata menyelimuti gedung gedung. Kaca jendela sedikit mengembun. Udara di luar berarti dingin. Alexandria memang sedang memasuki peralihan musim.
Peralihan dari musim dingin ke musim semi. Sisa -sisa musim dingin masih terasa. Saat Subuh tiba udara masih menyengatkan hawa dinginnya. Dalam kondisi seperti itu melingkarkan tubuh di tempat tidur dengan kehangatan selimut tebal terasa sangat nyaman. Lebih nyaman daripada bangkit menuju masjid.
Hayya 'alash shalaah. Hayya 'alash shalaah. Hayya 'alal falaah. Hayya 'alal falaah.
Ash shalaatu khairun minan nauum. Ash shataatu khairun minan nauum.
Suara azan menggema, memantul dari gedung ke gedung. Menyusup masuk ke rumah -rumah menggugah jiwa jiwa yang lelap. Suara itu nyaring bagaai burung camar, terbang ke tengah laut. Dan mencumbui laut dengan mesra. Shalat itu lebih baik dan tidur. Shalat itu lebih baik dari tidur.
Allahu akbar
Allahu akbar.
Laa ilaaha illallah.
Suara suci itu bergerak dengan lembut dan cepat. Menya pa alam. Menyapa pasir -pasir di pantai. Menyapa kerikil-kerikil. Menyapa aspal. Menyapa pohon-pohon kurma. Menyapa embun-embun.Menyapa ombak yang berdesir. Menyapa gelombang yang naik turun. Menyapa kabut yang lembut. Menyapa udara. Menyapa, alam semesta. Menyapa apa saja. Semuanya menjawab. Semuanya shalat. Semuanya menyucikan dan mengagungkan asma Allah. Semuanya bertakbir kecuali yang tetap tidur.
Seolah mengiringi takbir alam di pagi itu, bibir Azzam bergetar mengucap takbir menjawab azan. Dengan tenang ia melangkahkan kedua kakinya meninggalkan hotel yang masih lengang. Sampai di masjid ia mendapati Pak Ali yang sedang sujud di shaf depan. Azzam shalat Tahiyatul Masjid. Lalu shalat Qabliyah Subuh. Sambil menunggu imam berdiri di mihrab nya ia mengulang-ulang doa Nabi Yunus. Doa yang telah menyelamatkan Nabi Yunus dari kegelapan di perut ikan. Doa yang mampu menurunkan kasih sayang Tuhan. Doa yang mampu mendatangkan keajaiban-keajaiban. Doa yang nikmat dilantunkan dan terasa sejuk di hati dan pikiran.
Laa ilaaha illa anta.
Subhanaka inni kuntu minadzdzaalimiin.
Orang-orang Mesir berdatangan.Ada dua puluhan orang. Seorang lelaki separo baya dengan jenggot yang telah memu tih sebagian, maju ke depan. Shalat Subuh didirikan. Sang imam membaca surat An Najm. Azzam larut dalam penghaya tan. Orang Mesir yang shalat di samping kanannya menangis sesenggukan. Bacaan sang imam memang menyentuh pera saan. Apalagi orang Mesir biasanya paham makna ayat-ayat suci Al-Quran yang dibacakan.
Azzam sendiri hanyut dalam keindahan ayat demi ayat yang dibaca sang imam. Hati dan pikirannya terbetot dalam tadabbur yang dalam. Ia merasakan seolah-olah Tuhan yang menurunkan Al-Quran mengabarkan kepadanya bagaimana Rasulullah menerima wahyu yang diturunkan.
Demi bintang ketika terbenam.
Kawanmu (Muhammad) tidak sesat dan tidak pula keliru.
Dan tiadalah yang ia ucapkan Al-Quran) menurut kemauan hawa nafsunya. itu
Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).
Yang diajarkan kepadanya oleh (Jibril) yang sangat kuat.
Yang mempunyai akal yang cerdas; dan (Jibril) itu menampakkan diri dengan rupa yang asli.5 5 QS. An Najm (Bintang) [53]:1-6 .
Ia seolah-olah terbetot masuk ke jaman kenabian. Seolaholah ia ikut serta menyaksikan Rasulullah Saw. menerima ayat-ayat suci Al-Quran. Seolah-olah ia mendengar suara Jibril mendiktekan Al-Quran, sampai Rasulullah Saw. hafal tanpa keraguan. Seolah -olah ia mendengar bagaimana Rasu lullah Saw. Mengajarkan Al-Quran kepada sahabat sahabatnya yang selalu haus hikmah dan ilmu pengetahuan.
Ayat demi ayat dibaca sang irnam. Orang Mesir di samping kanannya terus sesenggukan. Pikiran dan hatinya masih larut dalam tadabbur dan penghayatan. Surat An Najm mem buatnya merinding ketika menguraikan untuk apa Islam ditu runkan. Demi kebahagiaan manusia dan alam semesta Islam diturunkan. Tuhan menurunkannya dengan segenap cinta dan kasih sayang-Nya. Tak ada sedikit pun Tuhan memiliki kei nginan mengambil keuntungan dari makhluk-Nya. Allah yang menggenggam langit dan bumi serta isinya sama sekali tidak membutuhkan makhluk-makhluk-Nya. Justru makhluk -makhluk-Nyalah yang membutuhkan Allah, Tuhan Yang Maha Kaya dan Maha Penyayang. Allah memberi kebebasan seluas luasnya kepada makhluk makhluk-Nya untuk memilih berbuat baik atau kejahatan. Semua ada balasannya masing-masing. Adil. Tak ada kezaliman. Setiap orang mengetam apa yang ia tanam.
Dan hanya kepunyaan Allah-lah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi supaya. Dia memberi balasan kepada orangorang yang berbuat jahat terhadap apa yang telah mereka kerjakan. Dan memberi balasan keepada orang orang yang berbuat baik dengan pahala yang lebih baik. 6 6 QS. An Najm (Bintang) [53]: 31
Sambil menyenandungkan zikir pagi Azzam berjalan di atas pasir yang lembut. Ia berjalan di samping Pak Ali. Hari masih sangat pagi. Pantai Cleopatra masih sepi. Udara berkabut tipis. Desau angin laut yang berhembus terasa membelai dengan lembut relung-relung jiwa. Kedamaian yang nyaris sempurna. Tiga orang gadis Mesir dengan lari-lari kecil melintasi mereka berdua. Sambil berlari mereka bercanda baha gia. Tubuh mereka tertutup rapat celana training panjang dan kaos lengan panjang. Yang dua menutup kepala dengan jilbab Turki. Sedangkan yang satu membiarkan rambutnya tergerai diterpa angin ke sana kemari. Seorang di antara mereka menengok ke belakang. Sekilas Azzam menatap wajahnya. Putih bersih khas Mesir. Gadis itu langsung menarik wajahnya dan tertawa sambil terus berlari bersama dua temannya. Meskipun cuma melihat sekilas gadis Mesir itu tak kalah memesonanya dibanding Eliana.
"Cantik ya Mas?" Suara Pak Ali menyadarkan Azzam bahwa ia tidak sedang berjalan sendirian.
"Siapa Pak yang cantik?" Sahut Azzam.
"Ya gadis Mesir itu, yang menengok dan menatap kamu."
"Kalau gadis Mesir ya jangan ditanya lah Pak. Katanya kalau ada gadis Mesir tiga, maka yang cantik enam." Jawab Azzam santai.
"Kok bisa. Tiga orang kok yang cantik enam." "Bayangannya juga cantik."
"Wah kau ada -ada saja."
"Saya kan cuma bilang katanya tho Pak. Katanya kan bisa benar bisa tidak."
"Ngomong-ngomong cantik mana gadis tadi sama anaknya Pak Dubes, Eliana."
Azzam terhenyak, tak mengira akan mendapat perta nyaan seperti itu dari Pak Ali. Entah mengapa ia sebenarnya sedang tidak ingin berbicara tentang Eliana . Sudah terlalu sering Eliana dijadikan topik pembicaraan di kalangan maha siswa, putra maupun putri, juga kalangan masyarakat Indonesia. Baik di dalam KBRI maupun di luar KBRI. Azzam sudah bosan, apalagi jika teringat kejadian tadi malam. Ia sama sekali sudah tidak tertarik dengan Eliana.
"Apa tidak ada topik lain Pak, selain Eliana? Pagi -pagi begini sudah membahas Eliana. Eliana lagi, Eliana lagi."
Pak Ali tersenyum mendengar jawaban Azzam.
"Aku ingin menceritakan hal penting padamu. Untuk kebaikanmu."
"Tentang Eliana?"
"Bisa dikatakan tentang Eliana bisa juga dikatakan tidak." "Mendengar nama Eliana saja saya sudah bosan Pak” "Ah yang benar?"
"Benar Pak, sungguh."
"Mas, Bapak ini sudah makan asam garam lebih darimu. Bapak tidak bisa kau bohongi. Jujur saja Bapak sungguh mem perhatikanmu empat hari ini. Dan Bapak melihat kamu itu sesungguhnya sangat mengagumi Putri Pak Dubes itu. Bahkan bapak berani menyimpulkan kamu itu sebenarnya suka sama dia."
"Berarti Bapak salah menganalisis dan salah menyimpulkan!"
"Itu tak penting. Yang penting Bapak ingin memberi saran sama kamu. Ini serius, sebaiknya orang seperti kamu jangan jatuh cinta sama sekali pada Eliana, dan orang seperti kamu jangan sekali-kali memimpikan isteri model Eliana. Itu saja! "
Seketika Azzam menghentikan langkahnya. Karena ada larangan dalam saran Pak Ali ia menjadi terhenyak penasaran. Seperti Nabi Adam ketika dilarang makan buah Khuldi malah jadi penasaran. Dan begitulah manusia jika mendapat larangan seringkali reaksi yang pertama kali timbul adalah justru penasaran ingin tahu. Ada apa dilarang? Kenapa dilarang?
"Memangnya kenapa Pak?"
Pak Ali tersenyum mendengar pertanyaan yang terlontar dari mulut Azzam.
"Sudah kuduga, pasti pertanyaan itu yang akan langsung keluar. Kau pasti penasaran. Kenapa aku sarankan sebaiknya jangan memimpikan isteri model Eliana, alasan utamanya ada lah agar kau tidak sengsara. Tidak hidup sia-sia. Agar kau bahagia! Aku melihat kau sama sekali tidak cocok jika punya isteri gadis model Eliana. Ya, dia cantik dan cerdas. Juga kaya. Anak pejabat. Tapi kebahagiaan rumah tangga tidak cukup ha nya dengan memiliki isteri yang cantik, cerdas, kaya dan terhormat. Tidak. Akhir -akhir ini Eliana memang jadi buah bibir. Termasuk di kalangan mahasiswa Al Azhar. Baik putra maupun putri. Tidak sedikit yang aku lihat sangat tertarik pada Eliana. Meskipun mereka tahu bagaimana cara berpa kaiannya yang terkadang tak kalah beraninya dengan artis Hollywood. Yang aku heran, bagaimana mungkin ada maha siswa Al Azhar tertarik dengan gadis model itu. Mana Quran dan Hadis yang telah kalian pelajari? Dan aku lihat kamu sendiri sebenarnya juga terpikat kecantikan Eliana. Aku bisa melihat dan bahasa tubuhmu sorot matamu, dan getar suara mu. Kau boleh saja mengatakan bosan mendengar namanya. Tapi aku lebih tua darimu."
"Tapi Eliana itu kalau pakai jilbab seperti ketika menjadi M.C. peringatan tahun baru hijriah tampak anggun dan cantik lho Pak?"
"Lho, bisa bilang begitu kok mengingkari kalau tertarik pada Eliana. Ya, Nicole Kidman kalau pakai jilbab juga cantik. Eliana juga. Tapi kalau di diskotik tak kalah dengan penari perut. Kau mau punya isteri seperti itu!?"
"Pak jangan membuka aib orang, jangan memfitnah orang dong!"
Pak Ali malah tersenyum.
"Kalau aku mengatakan si Tiara, mahasiswi Al Azhar yang biasa mengajar Al-Quran di Masjid SIC itu kalau di diskotik tak kalah dengan penari perut barulah aku memfitnah dia. Lha ini, orang Eliana sendiri bangga cerita ke mana -mana. Bahkan ia sudah cerita di website pribadinya. Ayahnya yang jadi Dubes itu juga bangga. Bahkan pernah meminta putrinya menunjukkan kebolehannya dihadapan diplomat-diplomat asing. Sampai ada seorang sutradara Mesir yang akan memin tanya ikut main film. Kalau kemungkaran itu ditutup -tutupi saya akan berusaha ikut menutupi. Ini kemungkarannya malah dipropagandakan, dibangga -banggakan. Coba kau renungkan apakah ketika aku mewanti-wanti anak perempuanku agar tidak mencontoh Nicole Kidman yang sangat bangga tampil tanpa busana di sebuah pertunjukan teater di Inggris, aku katakan: 'jangan mengagumi orang yang suka bermaksiat terangterangan itu! ', apakah itu berarti aku memfitnah bintang Holly wood itu? Padahal berita perbuatan gilanya itu dimuat di koran koran dan internet di seluruh dunia."
"Kok saya tidak pernah tahu hal-hal seperti itu ya Pak?"
"Sebaiknya memang kamu tidak tahu yang begitu -begitu. Kalau tahu nanti malah gawat, kau tidak jadi bikin tempe. Tidak juga jadi kuliah. Adik-adikmu di Indonesia bisa kela paran. Karena pikiranmu ke mana mana. Aku hanya ingin mengingatkan padamu jangan mudah tertarik pada perempuan cantik. Di akhir jaman itu tidak sedikit perempuan yang cantik memesona, namun sebenarnya adalah seorang pelacur. Na'udzubillaah!"
"Tapi perempuan cantik yang salehah, benar-benar salehah dan menjaga kesuciannya banyak lho Pak."
Pak Ali kembali tersenyum.
"Iya bapak percaya itu. Karena itulah kamu harus benarbenar matang dalam memilih isteri. Jangan asal cantik. Lha kebetulan Bapak punya cerita tentang gadis yang cantik, sa lehah, memesona dan cerdas. Kau mau mende-ngarkan? "
"Wah, boleh Pak."
"Kalau begitu ayo kita duduk di sana. Bapak akan cerita panjang lebar." Kata Pak Ali sambil menunjuk pembatas jalan di pinggir trotoar yang bisa diduduki. Mereka berdua berjalan ke sana. Alexandria semakin terang. Kabut mulai hilang perla han-lahan. Pantai mulai ramai. Jalan jalan sudah mulai dipenuhi kendaraan yang lalu lalang. Di kejauhan tampak Benteng Qaitbey berdiri di ujung tanjung. Gagah dan menawan. Mereka duduk menghadap laut yang bergelombang tenang. Azzam memandang ke arah kiri, ke arah benteng. Sementara Pak Ali memandang ke arah kanan.
"Lha kalau mereka itu aku yakin wanita -wanita salehah." Gumam Pak Ali memandang Azzam, mengalihkan pandangan.
"Itu mana Pak?'
"Itu." Tunjuk Pak Ali ke arah rombongan gadis -gadis berjilbab. Dari cara mereka memakai jilbab dan cara mereka berjalan menunjukkan kalau mereka dari Asia. "Mereka anak anak Malaysia. Hampir semua yang kuliah di Al Azhar Banat di sini adalah mahasiswi dari Malaysia. Indonesia boleh dikatakan tidak ada. Semua mahasis-winya ngumpul di Cairo." Pak Ali menjelaskan panjang lebar seolah Azzam bukan mahasiswa Al Azhar. Azzam diam saja, tanpa dijelaskan pun ia sudah tahu. Ia sudah sembilan tahun tinggal di Mesir.
"Sudahlah Pak, tidak usah membahas mahasiswi Malay sia itu. Langsung saja pada cerita yang ingin Pak Ali sam paikan tadi. Matahari sudah bersinar terang. Kita belum sara pan."
"Baiklah Mas. Dengarkan baik -baik ya. Ceritanya ada sangkut-pautnya sedikit dengan hidupku."
Pak Ali memandang jauh ke tengah lautan. Ia mengambil nafas lalu melanjutkan,
"Dulu saya anak orang paling kaya di Pedan, Klaten. Saya kuliah di Bandung. Saat kuliah saya kenal dengan gadis asli Bandung, sebut saja namanya Neneng. Saya tergila -gila pada Neneng. Neneng memang primadona di kampus. Kecantikannya tak kalah dengan Sri Devi, bintang legendaris India itu. Sampai ia dapat julukan Sri Devi from Bandung. Ia anak seorang diplomat. Ibunya asli India. Pokoknya cantiknya luar biasa.
"Segala cara aku gunakan untuk mendapatkan dia. Aku yakin bisa mendapatkannya. Aku berkeyakinan kalau aku berusaha aku pasti bisa. Benar, akhirnya aku bisa menyuntingnya. Saat ayahnya tugas di London, ia minta aku membawanya ke London. Karena kami sudah keluarga sendiri, ayahnya tidak mau membiayai hidup kami di London. Aku yang harus bertanggung jawab. Aku yang harus membiayainya. Sebab akulah suaminya.
"Demi cintaku padanya segala yang kumiliki aku korbankan. Harta orangtuaku aku habiskan untuk membiayai hidup di London. Kau tahu sendirikan, betapa mahal hidup di London. Sekaya -kayanya orang Pedan yang mengandalkan hasil pertanian mampu kuat berapa lama hidup di London? Akhir nya harta orangtuaku ludes. Aku sendiri menanggung utang tidak sedikit. Aku benar benar tidak memiliki apa -apa. Aku hanya bisa kerja part time di sebuat toko swalayan di London. Gaji kerjaku hanya bisa untuk makan. Yang menyakitkan, isteriku yang cantik itu kerja di Club Malam. Ia bisa menari ala India. Dan tiap malam ia pulang diantar pasangan barunya. Ia hidup tanpa menganggapku sebagai suaminya. Saat itu aku nyaris gila.
"Aku sangat mencintainya. Semua telah aku korbankan untuknya. Tapi ia tanpa risih sedikit pun mengatakan kepa daku, 'Ali di rumah aku isterimu, tapi di luar rumah aku milik banyak orang. Kau jangan cemburu ya. Kau justru harus bangga memiliki isteri yang disukai banyak orang!'
"Aku tidak kuat dengan perlakuannya. Akhirnya aku ceraikan dia. Saat itu dia sedang hamil dua bulan. Tetapi aku tidak bisa yakin kalau yang sedang di kandungnya itu adalah anakku. Aku akhirnya pulang kembali ke Indonesia sebagai gembel. Keluarga besarku yang dulu kaya-raya telah hancur berantakan. Orangtua dan adik-adikku memusuhiku. Aku lalu hidup menggelandang di Solo. Di stasiun Balapan. Aku laku kan apa saja untuk dapat uang. Segala jenis kejahatan sudah pernah aku lakukan. Sampai suatu hari aku nyaris mati karena tertangkap oleh warga kampung saat aku mencuri.
"Untungnya ada seorang kiai yang menyelamatkan nyawaku. Kiai itu memiliki pesantren tak jauh dari tempat aku mencuri. Di tangan kiai itu aku insyaf. Kiai itu begitu baik. Ia bagai malaikat.
"Aku belajar agama di pesantrennya selama satu tahun. Selama satu tahun aku makan dan tidur gratis di pesantren. Setelah hidup satu tahun di pesantren barulah aku memahami untuk apa aku hidup. Aku lalu pamit hendak merantau. Pak Kiai menyarankan agar aku kerja saja di Saudi, kebetulan ada teman Pak Kiai yang memiliki usaha kontainer di Jeddah. Namanya Pak Ahmad. Pak Ahmad membutuhkan sopir priba di yang bisa berbahasa Inggris. Dan minta pada Pak Kiai kalau ada di antara santrinya yang bisa. Pak Kiai menawarkan padaku. Aku menerimanya dengan harapan bisa ke Tanah Suci untuk menangis kepada Allah di depan Ka'bah.
"Aku pun berangkat ke Saudi. Teman Pak Kiai itu yang membiayai tiketnya. Aku bekerja di Jeddah. Sangat nyaman. Aku merasakan hidup tenang. Hubunganku dengan Pak Ahmad sangat baik. Aku sudah dianggap saudara sendiri oleh keluarga Pak Ahmad. Aku berdoa di depan Ka'bah agar diberi pendamping hidup yang setia dan baik. Doa itu dikabulkan oleh Allah. Suatu pagi, ya pagi seperti ini, aku dipanggil Pak Ahmad. Pak Ahmad berkata, 'Li, kamu mau nikah?'
Aku kaget sekali. Memang itulah doaku setiap kali aku ada kesempatan berdoa di Multazam. 'Mau, Pak.' Jawabku. '
'Tapi dia janda beranak dua. Tidak perawan. Bagaimana? Mau?'
'Asal salehah mau Pak.'
'Dia salehah insya Allah . Begini Li. Kalau kau mau kau harus ke Mesir. Perempuan itu sekarang ada di Mesir. Suami nya telah meninggal setengah tahun yang lalu. Dua anaknya masih kecil-kecil. Dan ia tetap ingin di Mesir sampai punya bekal yang layak untuk hidup di Indonesia.'
"Aku langsung bertanya, 'Jadi saya nanti harus meninggalkan Jeddah dan tinggal di Mesir Pak?'
'Tidak apa -apa. Kalau kau mau kau berarti menolong janda dan dua anaknya. Kalau ikhlas besar pahalanya. Dan kau di Mesir sana akan langsung dapat pekerjaan. Jangan kuatir.'
'Apa Pak pekerjaannya, Pak?'
'Menggantikan pekerjaan almarhum suami janda itu. yaitu cleaning service merangkap sopir KBRI. Bagaimana Li kamu mau?'
"Aku lalu menjawab, 'Baiklah, bismillah saya mau.'
"Akhirnya aku menikah dengan orang yang sekarang menjadi isteriku. Allah tidak hanya memberiku isteri yang salehah. Tapi Allah juga memberiku isteri yang cantik, penya bar, dan sangat pengertian. Lebih dari itu Allah menganu gerahiku dua orang anak yang sangat menyejukkan hati. Dua anak itu tidak pernah menganggap aku bukan ayahnya. Mereka tahunya, ayah mereka ya aku ini. Inilah jalan hidup yang diatur oleh Allah. Sebab sekian tahun aku berumah tangga tidak juga punya keturunan. Ternyata setelah diperiksa medis aku divonis tidak bisa punya keturunan. Aku semakin sayang pada isteri dan anak anakku. Mereka pun semakin sayang padaku. Anakku yang pertama sekarang kuliah di Malaysia. Anak yang kedua kuliah di Fakultas Kedokteran UNS Solo. Seperti yang kau ketahui, di sini aku hidup berdua bersama isteri. Sesekali kami yang menjenguk mereka atau mereka yang menjenguk kami. Kini aku sangat bahagia. Tahun depan aku dan isteri berencana meninggalkan Mesir. Alhamdulillah kami sudah punya rumah di Solo Baru."
Pak Ali menghela nafas. Ada gurat kepuasan yang tergurat di wajahnya. Pak Ali membetulkan letak kaca matanya. Azzam merasa belum puas. Ia merasa belum mendapatkan apa yang dijanjikan Pak Ali.
"Lha cerita gadis cantik salehahnya mana Pak?"
Pak Ali tersenyum "Sabar tho Mas. Gadis cantik saja yang kaupikir."
"Lho Pak Ali tadi kan bilangnya mau cerita tentang gadis cantik yang salehah. Lha ini sudah ke mana -mana kok belum muncul-muncul juga."
"Kau ini kok inginnya meloncat. Langsung ke intinya. Film kalau langsung ke intinya tidak menarik. Novel kalau langsung kau baca intinya juga tidak menarik. Kau harus sabar membacanya. Baca yang urut bab demi bab. Paragraf demi paragraf. Kata demi kata. Huruf demi huruf. Baru akan kau temukan keindahan rangkaian novel itu. Keutuhan cerita novel itu. Jangan lompat-lompat. Jangan main potong langsung ke inti. Cerita tentang gadis salehah yang indah ini juga begitu. Ada rangkaian ceritanya yang tidak boleh ditinggalkan. Kalau ditinggalkan ceritanya tidak utuh."
"Sudahlah Pak, ayo dilanjutkan saja ceritanya. Jangan malah ceramah tentang novel segala. Apa hubungannya? Ka yak sastrawan saja!"
"Lho erat sekali hubungannya cerita dengan novel lho Mas. Begini..."
Azzam langsung memotong,
"Dilanjut saja ceritanya Pak. Tentang sastra, hubungan cerita dengan novel biar nanti saya baca sendiri saja di perpustakaan SIC. Keburu siang Pak."
"Baiklah. Anakku yang kuliah di Malaysia itu laki laki namanya Amir. Dulu selesai SMP di SIC langsung kulempar ke Al Munawwir Krapyak Jogja. Selesai Madrasah Aliyah langsung dapat beasiswa ke Madinah. Sekarang S.2 di Malay sia. Dia belum menikah. Dia sendiri tidak tahu kisah kelam masa laluku sebelum tobat. Dia hanya tahu aku adalah seorang ayah yang dulu pernah nyantri di pesantren. Dan aku pikir dia tidak perlu tahu. Biar dia tahu yang baik -baik saja. Nanti kalau dia mau cari isteri baru akan bapak kasih tahu."
"Berarti kira -kira dia seusia dengan saya ya Pak."
"Lebih tua kamu dua tahun. Aku lanjutkan ya. Sedangkan adiknya yang kini kuliah di Fakultas Kedokteran UNS, sejak SMP sudah kuletakkan di pesantren."
"Di pesantren mana Pak ?"
"Di pesantren tempat aku nyantri dulu. Aku titipkan pada Pak Kiai yang menggemblengku selama satu tahun itu. Pak Kiai itu namanya K.H. Lutfi Hakim. Nama pesantrennya, Daarul Quran. Terletak di Desa Wangen, Polanharjo."
"Oh ya saya tahu Pak. Saya dulu pernah ke sana sekali. Itu kan arahnya dari Popongan terus ke barat. Dekat dengan daerah Janti Klaten. "
"Ya benar."
"Terus hubungannya apa pesantren itu dengan cerita gadis cantik yang salehah itu? Apa yang Pak Ali maksud adalah anak gadis Pak Ali itu?" Azzam sudah tidak sabar. Ia merasa Pak Ali ceritanya melingkar-lingkar tidak segera sampai yang dimaksud.
"Tidak. Sama sekali tidak. Aku sudah tahu standar kecantikan yang kau pakai. Standar kamu adalah Eliana dan gadis gadis Mesir. Maka anak gadisku meskipun menurutku cantik, tapi jika standarnya Eliana bisa dikatakan tidak cantik. Bersabarlah sedikit, sudah hampir sampai pada tujuan. Aku kem bali ke alur cerita. Anak gadisku itu aku titipkan kepada Pak Kiai Lutfi. Beliau jaga dan beliau didik dengan baik. Pada saat yang sama Pak Kiai Luffi punya anak gadis yang sangat cerdas. Dan sangat cantik. Sungguh sangat cantik. Kecan tikannya ibarat permata maknun yang mengalahkan semua permata yang ada di dunia. Aku berani bertaruh kecantikan nya bisa mengatasi Eliana. Ini menurutku lho Mas. Sebab kecantikan seorang perempuan di mata lelaki itu relatif. Dan untuk kecerdasannya aku berani bertaruh, tak banyak gadis seperti dia. Aku tahu persis, sebab aku pernah belajar pada ayahnya selama satu tahun. Jika Eliana bisa bahasa Prancis dan Inggris. Maka Putri Pak Kiai Lutfi ini bisa bahasa Arab, Inggris dan Mandarin. Saat di Madrasah Aliyah dia pernah ikut program pertukaran pelajar ke Wales,U.K. Dan apa kau tahu di mana dia sekarang?"
Azzam menggelengkan kepala.
"Dia sekarang ada di Carro. Sedang menempuh S.2 di Kuliyyatul Banat, Al Azhar. Dia sedang mengajukan judul tesisnya."
"Sedang S.2? Siapa namanya? Kok saya tidak pernah dengar ceritanya."
"Namanya Anna Althafunnisa." "Anna Althafunisa?"
"Ya."
"Baru kali ini saya dengar nama itu. Aneh sekali. Padahal orang-orang di rumah saya semuanya aktivis. Tapi mereka kok tidak pernah nyebut-nyebut nama itu ya?"
"Tidak banyak orang yang tahu. Sebab Anna Althafunnisa menyelesaikan S.1 -nya tidak di Cairo. Tapi di Alexandria sini. Ia lebih banyak berinteraksi dengan mahasiswi Malaysia daripada mahasiswi Indonesia. Dan Anna lebih memilih menu tup diri dari kegiatan-kegiatan yang bersifat glamour. Kalau kau sempat membaca majalah Al Wa'yu Al Islami, cobalah cari edisi bulan lalu. Ada artikel dia dimuat di sana. Dia memakai nama pena Anna Lutfi Hakim."
"Sekarang dia tinggal di Cairo?"
"Iya. Dialah gadis cantik dan salehah yang aku maksud. Dan saat ini ayahnya menginginkan dia segera menikah. Aku pikir kamu lebih baik menikah dengan orang yang sekualitas Anna daripada dengan yang model Eliana. Kalau kamu mendapatkan Anna, kamu telah mendapat-kan surga sebelum sur ga. Percayalah padaku. Aku tahu betul kualitas Anna, ayahnya, dan keluarganya. Mereka dari golongan orang-orang yang ikhlas. Saran saya khitbahlahAnna Althafunnisa itu sebelum bidadari dari Pesantren Daarul Quran itu dikhitbah orang lain."
Hati Azzam berbunga -bunga. Ada rasa sejuk yang tiba tiba menyelinap ke dalam dadanya. Namun ia tiba tiba diserang rasa ragu.
"Apa saya pantas melamarnya Pak? Apa saya pantas untuknya? Saya ini S.1 saja sudah sembilan tahun belum juga selesai. Dan apa prestasi saya? Apa yang bisa saya andalkan? Membuat tempe? Apa ada kiai yang mau anaknya menikah dengan penjual tempe?"
"Kenapa kamu jadi inferior begitu. Percayalah padaku, Pak Kiai Lutfi itu tidak pemah memandang dunia. Dunia itu remeh bagi beliau. Datanglah, lamarlah. Belilah tiket, pulanglah ke Indonesia dan lamarlah bidadari itu!"
"Waduh kalau harus pulang berat Pak. Apa tidak ada cara lain selain pulang?"
Pak Ali diam mengerutkan keningnya, sebentar kemudian, wajahnya cerah. Setengah berteriak ia menjawab, "Ada! Kau bisa melamar lewat Ustadz Mujab. Ustadz Mujab itu ma sih keluarga dekat Kiai Lutfi. Kau datangi saja Ustadz Mujab dan sampaikan maksudmu untuk disampaikan kepada Kiai Lutfi dan Anna. Insya Allah semua akan mudah. Ustadz Mujab kau kenal kan?"
"Wah lebih dari kenal. Saya sangat akrab dengannya. Tapi yang membuat saya heran, kenapa beliau sama sekali tidak pernah menyinggung nama Anna Althafun-nisa sama sekali ya?"
"Itulah mahalnya Anna Althafunnisa. Tidak sembarangan dibicarakan. Tidak sembarangan diobral. Bukan -kah permata yang sangat mahal itu jarang dipamerkan orang?"
"Pak Ali punya fotonya?"
"Aduh, sayang sekali tidak punya. Tapi itu tidak penting. Langsung saja kau lamar. Kalau setelah menyuntingnya kamu menyesal, akan aku serahkan leherku ini untuk kau pancung. Sungguh!"
Azzam tersenyum. Kata -kata terakhir Pak Ali semakin membuatnya mantap sekaligus penasaran. Seperti apa Anna itu? Namun, ia merasa telah mendapat jawaban atas tekad yang ia ikrarkan sebelum tidur tadi malam. Tekad yang ia rajut dengan doa.
Ia yakin Anna adalah jawaban atas doanya yang ia bawa sampai tidur. Ia yakin bukanlah sebuah kebetulan jika pagi itu Pak Ali akan bercerita tentang Anna Altha-funnisa. Itu bukan lah kebetulan belaka. Sebab ia meyakini bahwa segala yang terjadi di alam semesta ini tidak ada yang kebetulan. Semua sudah ditulis takdirnya dan diatur oleh Yang Maha Kuasa. Tekadnya telah bulat. Begitu sampai di Cairo ia akan datang ke rumah Ustadz Mujab. Datang untuk menanyakan gadis yang disebut sebut Pak Ali sebagai "Bidadari dari Pesantren Daarul Quran ."
Ia akan menanyakan apakah gadis itu masih kosong, belum dikhitbah orang? Apakah gadis itu bisa dipinangnya? Kalau ya, maka ia akan langsung meminangnya. Saat itu juga kalau bisa. Tak ada lagi keraguan dalam hatinya.
0 komentar:
Posting Komentar