AL-QUR'AN
Pengertian al-Qur’an
Mukhtashar Ulumil-Qur’aan
[Ringkasan Ilmu Al Qur'an]
————————————————————————————————————–
Pengertian al-Qur’an
Secara Bahasa (Etimologi)
Merupakan mashdar (kata benda) dari
kata kerja Qoro-’a (قرأ)
yang bermaknaTalaa (تلا)
[keduanya berarti: membaca], atau bermakna Jama’a (mengumpulkan, mengoleksi). Anda dapat
menuturkan, Qoro-’a Qor’an Wa
Qur’aanan (قرأ قرءا وقرآنا) sama seperti anda menuturkan, Ghofaro Ghafran Wa Qhufroonan (غفر غفرا وغفرانا). Berdasarkan makna pertama (Yakni: Talaa) maka ia adalah mashdar
(kata benda) yang semakna dengan Ism Maf’uul, artinya Matluw (yang dibaca). Sedangkan berdasarkan
makna kedua (Yakni: Jama’a)
maka ia adalah mashdar dari Ism Faa’il, artinya Jaami’ (Pengumpul, Pengoleksi) karena
ia mengumpulkan/mengoleksi berita-berita dan hukum-hukum.*[1]
Secara Syari’at (Terminologi)
Adalah Kalam Allah ta’ala yang
diturunkan kepada Rasul dan penutup para Nabi-Nya, Muhammad shallallaahu
‘alaihi wasallam, diawali dengan surat al-Fatihah dan diakhiri dengan surat
an-Naas.
إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا
عَلَيْكَ الْقُرْآنَ تَنْزِيلا
Allah ta’ala berfirman, “Sesungguhnya Kami telah
menurunkan al-Qur’an kepadamu (hai Muhammad) dengan berangsur-angsur.” (al-Insaan:23)
إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ
قُرْآنًا عَرَبِيًّا لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ
Dan firman-Nya, “Sesungguhnya Kami menurunkannya
berupa al-Qur’an dengan berbahasa Arab, agar kamu memahaminya.” (Yusuf:2)
Allah ta’ala telah menjaga al-Qur’an
yang agung ini dari upaya merubah, menambah, mengurangi atau pun
menggantikannya. Dia ta’ala telah menjamin akan menjaganya sebagaimana dalam
firman-Nya,
إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا
الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ
“Sesungguhnya Kami-lah yang menunkan
al-Qur’an dan sesungguhnya Kami benr-benar memeliharanya.” (al-Hijr:9)
Oleh karena itu, selama
berabad-abad telah berlangsung namun tidak satu pun musuh-musuh Allah yang
berupaya untuk merubah isinya, menambah, mengurangi atau pun menggantinya.
Allah SWT pasti menghancurkan tabirnya dan membuka kedoknya.
Allah ta’ala menyebut
al-Qur’an dengan sebutan yang banyak sekali, yang menunjukkan keagungan,
keberkahan, pengaruhnya dan universalitasnya serta menunjukkan bahwa ia adalah
pemutus bagi kitab-kitab terdahulu sebelumnya.
وَلَقَدْ آتَيْنَاكَ
سَبْعًا مِنَ الْمَثَانِي وَالْقُرْآنَ الْعَظِيمَ
Allah ta’ala berfirman, “Dan sesunguhnya Kami telah
berikan kepadamu tujuh ayat yang dibaca berulang-ulang dan al-Qur’an yang
agung.” (al-Hijr:87)
ق وَالْقُرْآنِ
الْمَجِيدِ
Dan firman-Nya, “Qaaf, Demi al-Quran yang sangat
mulia.” (Qaaf:1)
كِتَابٌ أَنْزَلْنَاهُ
إِلَيْكَ مُبَارَكٌ لِيَدَّبَّرُوا آيَاتِهِ وَلِيَتَذَكَّرَ أُولُو الألْبَابِ
Dan firman-Nya, “Ini adalah sebuah kitab yang Kami
turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya
dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai pikiran.” (Shaad:29)
وَهَذَا كِتَابٌ
أَنْزَلْنَاهُ مُبَارَكٌ فَاتَّبِعُوهُ وَاتَّقُوا لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
Dan firman-Nya, “Dan al-Qur’an itu adalah kitab
yang Kami turunkan yang diberkati, maka iktuilah dia dan bertakwalah agar kamu
diberi rahmat.” (al-An’am:155)
إِنَّهُ لَقُرْآنٌ
كَرِيمٌ
Dan firman-Nya, “Sesungguhnya al-Qur’an ini adalah
bacaan yang sangat mulia.”(al-Waqi’ah:77)
إِنَّ هَذَا الْقُرْآنَ
يَهْدِي لِلَّتِي هِيَ أَقْوَمُ وَيُبَشِّرُ الْمُؤْمِنِينَ الَّذِينَ يَعْمَلُونَ
الصَّالِحَاتِ أَنَّ لَهُمْ أَجْرًا كَبِيرًا
Dan firman-Nya, “Sesungguhnya al-Qur’an ini memberikan
petunjuk kepada (jalan ) yang lebih lurus dan memberi khabar gembira kepada
orang-orang Mu’min yang menjajakan amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala yang
benar.” (al-Isra’:9)
لَوْ أَنْزَلْنَا هَذَا
الْقُرْآنَ عَلَى جَبَلٍ لَرَأَيْتَهُ خَاشِعًا مُتَصَدِّعًا مِنْ خَشْيَةِ
اللَّهِ وَتِلْكَ الأمْثَالُ نَضْرِبُهَا لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ
Dan firman-Nya, “Kalau sekiranya kami menurunkan
al-Qur’an ini kepada sebuah gunung, pasti kamu akan melihatnya tunduk terpecah
belah disebabkan takut kepada Allah. Dan perumpamaan-perumpamaan itu Kami buat
untuk manusia supaya mereka berfikir.” (al-Hasyr:21)
وَإِذَا مَا أُنْزِلَتْ
سُورَةٌ فَمِنْهُمْ مَنْ يَقُولُ أَيُّكُمْ زَادَتْهُ هَذِهِ إِيمَانًا فَأَمَّا
الَّذِينَ آمَنُوا فَزَادَتْهُمْ إِيمَانًا وَهُمْ يَسْتَبْشِرُونَ -وَأَمَّا الَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمْ مَرَضٌ فَزَادَتْهُمْ
رِجْسًا إِلَى رِجْسِهِمْ وَمَاتُوا وَهُمْ كَافِرُونَ
Dan firman-Nya, “Dan apabila diturunkan suatu
surat, maka di antara mereka (orang-orang munafik) ada yang berkata, ‘Siapakah
di antara kamu yang bertambah imannya dengan (turunnya) surat ini.‘ Adapun
orang-orang yang berimana, maka surat ini menambah imannya sedang mereka merasa
gembira # Dan adapun orang-orang yang di dalam hati mereka ada penyakit, maka
dengan surat ini bertambah kekafiran mereka, di samping kekafirannya (yang
telah ada) dan mereka mati dalam keadaan kafir.” (at-Taubah:124-125)
وَأُوحِيَ إِلَيَّ هَذَا
الْقُرْآنُ لأنْذِرَكُمْ بِهِ وَمَنْ بَلَغَ أَئِنَّكُمْ
Dan firman-Nya, “Dan al-Qur’an ini diwahyukan
kepadaku supaya dengannya aku memberi peringatan kepadamu dan kepada
orang-orang yang sampai al-Qur’an (kepadanya)…” (al-An’am:19)
فَلا تُطِعِ
الْكَافِرِينَ وَجَاهِدْهُمْ بِهِ جِهَادًا كَبِيرًا
Dan firman-Nya, “Maka janganlah kamu mengikuti
orang-orang kafir, dan berjihadlah terhadap mereka dengan al-Qur’an dengan
jihad yang benar.” (al-Furqan:52)
وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ
الْكِتَابَ تِبْيَانًا لِكُلِّ شَيْءٍ وَهُدًى وَرَحْمَةً وَبُشْرَى
لِلْمُسْلِمِينَ
Dan firman-Nya, “Dan Kami turunkan kepadamu
al-Kitab (al-Qur’an) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat
dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri.” (an-Nahl:89)
وَأَنْزَلْنَا إِلَيْكَ
الْكِتَابَ بِالْحَقِّ مُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ يَدَيْهِ مِنَ الْكِتَابِ
وَمُهَيْمِنًا عَلَيْهِ فَاحْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ
Dan firman-Nya, “Dan Kami telah turunkan kepadamu
al-Qur’an dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu
kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian* terhadap kitab-kitab
yang lain itu; maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah
turunkan…” (al-Maa’idah:48)
Al-Qur’an al-Karim merupakan sumber
syari’at Islam yang karenanya Muhammadshallallaahu ‘alaihi wasallam diutus kepada seluruh umat manusia.
Allah ta’ala berfirman,
تَبَارَكَ الَّذِي
نَزَّلَ الْفُرْقَانَ عَلَى عَبْدِهِ لِيَكُونَ لِلْعَالَمِينَ نَذِيرًا
Dan firman-Nya, “Maha suci Allah yang telah
menurunkan al-Furqaan (al-Qur’an) kepada hamba-Nya, agar dia menjadi pemberi
peringatan kepada seluruh alam (jin dan manusia).” (al-Furqaan:1)
Sedangkan Sunnah Nabi shallallaahu
‘alaihi wasallam juga merupakan sumber Tasyri’ (legislasi hukum Islam)
sebagaimana yang dikukuhkan oleh al-Qur’an. Allah ta’ala berfirman,
مَنْ يُطِعِ الرَّسُولَ
فَقَدْ أَطَاعَ اللَّهَ وَمَنْ تَوَلَّى فَمَا أَرْسَلْنَاكَ عَلَيْهِمْ حَفِيظًا
“Barangsiapa yang menta’ati Rasul itu,
sesungguhnya ia telah menta’ati Allah. Dan barangsiapa yang berpaling (dari
keta’atan itu), maka Kami tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi
mereka.” (an-Nisa’:80)
وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ
فَقَدْ ضَلَّ ضَلالا مُبِينًا
Dan firman-Nya, “Dan barangsiapa yang mendurhakai
Allah dan Rasul-Nya, maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata.” (al-Ahzab:36)
وَمَا آتَاكُمُ
الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا
Dan firman-Nya, “Apa yang diberikan Rasul
kepadamu, maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka
tinggalkanlah…” (al-Hasyr:7)
قُلْ إِنْ كُنْتُمْ
تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ
ذُنُوبَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ
Dan firman-Nya, “Katakanlah, ‘Jika kamu
(benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan
mengampuni dosa-dosamu.’ Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Ali ‘Imran:31)
Al-Qur’ān (ejaan KBBI: Alquran, Arab: القرآن)
adalah kitab suci agama Islam. Umat Islam percaya bahwa Al-Qur'an merupakan puncak dan penutup wahyuAllah yang diperuntukkan bagi manusia, dan bagian dari rukun iman, yang disampaikan kepada
Nabi Muhammad Shallallahu
‘alaihi wa sallam, melalui perantaraan Malaikat Jibril. Dan sebagai wahyu
pertama yang diterima oleh Rasulullah SAW adalah sebagaimana yang terdapat
dalam surat Al-'Alaq ayat 1-5.[1]
ETIMOLOGI
Ditinjau dari
segi kebahasaan, Al-Qur’an berasal dari bahasa Arab yang berarti
"bacaan" atau "sesuatu yang dibaca berulang-ulang". Kata
Al-Qur’an adalah bentuk kata benda (masdar) dari kata kerja qara'a yang
artinya membaca. Konsep pemakaian kata ini dapat juga dijumpai pada salah satu
surat Al-Qur'an sendiri yakni pada ayat 17 dan 18 Surah Al-Qiyamah yang artinya:
“Sesungguhnya
mengumpulkan Al-Qur’an (di dalam dadamu) dan (menetapkan) bacaannya (pada
lidahmu) itu adalah tanggungan Kami. (Karena itu,) jika Kami telah
membacakannya, hendaklah kamu ikuti {amalkan} bacaannya”.(75:17-75:18)
TERMINOLOGI
Sebuah sampul
dari mushaf Al-Qur'an.
Dr. Subhi Al
Salih mendefinisikan Al-Qur'an sebagai berikut:
“Kalam Allah
SWT yang merupakan mukjizat yang diturunkan
kepada Nabi Muhammad SAW dan ditulis di mushaf serta diriwayatkan dengan mutawatir, membacanya
termasuk ibadah”.
Adapun
Muhammad Ali ash-Shabuni mendefinisikan Al-Qur'an sebagai berikut:
"Al-Qur'an
adalah firman Allah yang tiada tandingannya, diturunkan kepada Nabi Muhammad
SAW penutup paraNabi dan Rasul, dengan perantaraan Malaikat Jibril a.s. dan
ditulis pada mushaf-mushaf yang kemudian disampaikan kepada kita secara mutawatir, serta membaca dan
mempelajarinya merupakan ibadah, yang dimulai dengan surat Al-Fatihah dan ditutup
dengan surat An-Nas"
Dengan
definisi tersebut di atas sebagaimana dipercayai Muslim, firman Allah yang diturunkan kepada Nabi selain Nabi Muhammad SAW, tidak
dinamakan Al-Qur’an seperti Kitab Taurat yang diturunkan kepada
umat Nabi Musa AS atau Kitab Injil yang diturunkan kepada umat Nabi Isa AS. Demikian pula firman
Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW yang membacanya tidak dianggap
sebagai ibadah, seperti Hadits Qudsi, tidak termasuk Al-Qur’an.
Dalam
Al-Qur'an sendiri terdapat beberapa ayat yang menyertakan nama lain yang
digunakan untuk merujuk kepada Al-Qur'an itu sendiri. Berikut adalah nama-nama
tersebut dan ayat yang mencantumkannya:
1. Al-Kitab QS(2:2),QS (44:2)
2. Al-Furqan (pembeda benar salah): QS(25:1)
3. Adz-Dzikr (pemberi peringatan): QS(15:9)
4. Al-Mau'idhah (pelajaran/nasihat): QS(10:57)
5. Al-Hukm (peraturan/hukum): QS(13:37)
6. Al-Hikmah (kebijaksanaan): QS(17:39)
7. Asy-Syifa' (obat/penyembuh): QS(10:57), QS(17:82)
8. Al-Huda (petunjuk): QS(72:13), QS(9:33)
9. At-Tanzil (yang diturunkan): QS(26:192)
10. Ar-Rahmat (karunia): QS(27:77)
11. Ar-Ruh (ruh): QS(42:52)
12. Al-Bayan (penerang): QS(3:138)
13. Al-Kalam (ucapan/firman): QS(9:6)
14. Al-Busyra (kabar gembira): QS(16:102)
15. An-Nur (cahaya): QS(4:174)
16. Al-Basha'ir (pedoman): QS(45:20)
17. Al-Balagh (penyampaian/kabar) QS(14:52)
18. Al-Qaul (perkataan/ucapan) QS(28:51)
Struktur dan pembagian Al-Qur'an
Al-Qur'an yang sedang terbuka.
Surat, ayat dan ruku'
Al-Qur'an
terdiri atas 114 bagian yang dikenal dengan nama surah (surat). Setiap surat akan terdiri atas beberapa ayat, di mana surat
terpanjang dengan 286 ayat adalah surat Al Baqarah dan yang
terpendek hanya memiliki 3 ayat yakni surat Al Kautsar, An-Nasr dan
Al-‘Așr. Surat-surat yang panjang terbagi lagi atas sub bagian lagi yang
disebut ruku' yang membahas tema atau topik tertentu.
Makkiyah dan Madaniyah
Sedangkan
menurut tempat diturunkannya, setiap surat dapat dibagi atas surat-surat Makkiyah (surat Mekkah) dan Madaniyah (suratMadinah). Pembagian ini berdasarkan
tempat dan waktu penurunan surat dan ayat tertentu di mana surat-surat yang
turun sebelum Rasulullah SAW hijrah ke Madinah digolongkan
surat Makkiyah sedangkan setelahnya tergolong surat Madaniyah.
Surat yang
turun di Makkah pada umumnya suratnya pendek-pendek, menyangkut prinsip-prinsip
keimanan dan akhlaq, panggilannya ditujukan kepada manusia. Sedangkan yang
turun di Madinah pada umumnya suratnya panjang-panjang, menyangkut
peraturan-peraturan yang mengatur hubungan seseorang dengan Tuhan atau
seseorang dengan lainnya (syari'ah). Pembagian berdasar fase sebelum dan
sesudah hijrah ini lebih tepat, sebab ada surat Madaniyah yang turun di Mekkah.[rujukan?]
Juz dan manzil
Dalam skema
pembagian lain, Al-Qur'an juga terbagi menjadi 30 bagian dengan panjang sama
yang dikenal dengan nama juz. Pembagian ini untuk memudahkan mereka
yang ingin menuntaskan bacaan Al-Qur'an dalam 30 hari (satu bulan). Pembagian
lain yakni manzil memecah Al-Qur'an menjadi 7 bagian dengan tujuan penyelesaian
bacaan dalam 7 hari (satu minggu). Kedua jenis pembagian ini tidak memiliki
hubungan dengan pembagian subyek bahasan tertentu.
Menurut ukuran surat
Kemudian dari
segi panjang-pendeknya, surat-surat yang ada di dalam Al-Qur’an terbagi menjadi
empat bagian, yaitu:
·
As Sab’uththiwaal
(tujuh surat yang panjang). Yaitu Surat Al-Baqarah, Ali Imran, An-Nisaa’, Al-A’raaf, Al-An’aam, Al Maa-idah dan Yunus
SEJARAH AL-QUR'AN HINGGA BERBENTUK MUSHAF
Manuskrip dari
Al-Andalus abad ke-12
Al-Qur'an
memberikan dorongan yang besar untuk mempelajari sejarah dengan secara adil,
objektif dan tidak memihak[2]. Dengan demikian tradisi
sains Islam sepenuhnya mengambil inspirasi
dari Al-Qur'an, sehingga umat Muslim mampu membuat sistematika penulisansejarah yang lebih mendekati
landasan penanggalan astronomis.
Penurunan Al-Qur'an
Al-Qur'an
tidak turun sekaligus. Al-Qur'an turun secara berangsur-angsur selama 22 tahun
2 bulan 22 hari. Oleh para ulama membagi masa turun ini dibagi menjadi 2
periode, yaitu periode Mekkah dan
periode Madinah. Periode
Mekkah berlangsung selama 12 tahun masa kenabian Rasulullah SAW dan surat-surat yang
turun pada waktu ini tergolong surat Makkiyyah. Sedangkan periode Madinah yang
dimulai sejak peristiwa hijrah berlangsung selama 10 tahun dan surat yang turun pada kurun waktu ini
disebut surat Madaniyah.
Penulisan Al-Qur'an dan perkembangannya
Penulisan
(pencatatan dalam bentuk teks) Al-Qur'an sudah dimulai sejak zaman Nabi
Muhammad SAW. Kemudian transformasinya menjadi teks yang dijumpai saat ini
selesai dilakukan pada zaman khalifah Utsman bin Affan.
Pengumpulan Al-Qur'an pada masa Rasullulah SAW
Pada masa
ketika Nabi Muhammad SAW masih hidup, terdapat beberapa orang yang ditunjuk
untuk menuliskan Al Qur'an yakni Zaid bin Tsabit, Ali bin Abi Talib, Muawiyah bin Abu
Sufyan dan Ubay bin Kaab. Sahabat yang lain juga kerap
menuliskan wahyu tersebut walau tidak diperintahkan. Media penulisan yang
digunakan saat itu berupa pelepah kurma, lempengan batu, daun lontar, kulit
atau daun kayu, pelana, potongan tulang belulang binatang. Di samping itu
banyak juga sahabat-sahabat langsung menghafalkan ayat-ayat Al-Qur'an setelah
wahyu diturunkan.
Pengumpulan Al-Qur'an pada masa Khulafaur Rasyidin
Pada masa pemerintahan Abu Bakar
Pada masa
kekhalifahan Abu Bakar, terjadi beberapa pertempuran (dalam perang yang dikenal dengan nama perang Ridda) yang mengakibatkan tewasnya beberapa penghafal Al-Qur'an dalam jumlah
yang signifikan. Umar bin Khattab yang saat itu
merasa sangat khawatir akan keadaan tersebut lantas meminta kepada Abu Bakar
untuk mengumpulkan seluruh tulisan Al-Qur'an yang saat itu tersebar di antara
para sahabat. Abu Bakar lantas memerintahkan Zaid bin Tsabit sebagai
koordinator pelaksaan tugas tersebut. Setelah pekerjaan tersebut selesai dan
Al-Qur'an tersusun secara rapi dalam satu mushaf, hasilnya diserahkan kepada Abu Bakar. Abu Bakar menyimpan mushaf tersebut
hingga wafatnya kemudian mushaf tersebut berpindah kepada Umar sebagai khalifah
penerusnya, selanjutnya mushaf dipegang oleh anaknya yakni Hafsah yang juga
istri Nabi Muhammad SAW.
Pada masa pemerintahan Utsman bin Affan
Pada masa
pemerintahan khalifah ke-3 yakni Utsman bin Affan, terdapat keragaman
dalam cara pembacaan Al-Qur'an (qira'at) yang disebabkan oleh adanya
perbedaan dialek (lahjah)
antar suku yang berasal dari daerah berbeda-beda. Hal ini menimbulkan
kekhawatiran Utsman sehingga ia mengambil kebijakan untuk membuat sebuah mushaf
standar (menyalin mushaf yang dipegang Hafsah) yang ditulis dengan sebuah jenis
penulisan yang baku. Standar tersebut, yang kemudian dikenal dengan istilah
cara penulisan (rasam) Utsmani yang digunakan hingga saat ini. Bersamaan dengan
standardisasi ini, seluruh mushaf yang berbeda dengan standar yang dihasilkan
diperintahkan untuk dimusnahkan (dibakar). Dengan proses ini Utsman berhasil
mencegah bahaya laten terjadinya perselisihan di antara umat Islam pada masa
depan dalam penulisan dan pembacaan Al-Qur'an.
Mengutip
hadist riwayat Ibnu Abi Dawud dalam Al-Mashahif, dengan sanad yang shahih: Suwaid
bin Ghaflah berkata, "Ali mengatakan: Katakanlah segala yang baik tentang
Utsman. Demi Allah, apa yang telah dilakukannya mengenai mushaf-mushaf Al
Qur'an sudah atas persetujuan kami. Utsman berkata, 'Bagaimana pendapatmu
tentang isu qira'at ini? Saya mendapat berita bahwa sebagian mereka mengatakan
bahwa qira'atnya lebih baik dari qira'at orang lain. Ini hampir menjadi suatu
kekufuran'. Kami berkata, 'Bagaimana pendapatmu?' Ia menjawab, 'Aku berpendapat
agar umat bersatu pada satu mushaf, sehingga tidak terjadi lagi perpecahan dan
perselisihan.' Kami berkata, 'Pendapatmu sangat baik'."
Menurut Syaikh
Manna' Al-Qaththan dalam Mahabits fi 'Ulum Al Qur'an, keterangan
ini menunjukkan bahwa apa yang dilakukan Utsman telah disepakati oleh para sahabat.
Demikianlah selanjutnya Utsman mengirim utusan kepada Hafsah untuk meminjam
mushaf Abu Bakar yang ada padanya. Lalu Utsman memanggil Zaid bin Tsabit
Al-Anshari dan tiga orang Quraish, yaitu Abdullah bin Az-Zubair, Said bin
Al-Ash dan Abdurrahman bin Al-Harits bin Hisyam. Ia memerintahkan mereka agar
menyalin dan memperbanyak mushaf, dan jika ada perbedaan antara Zaid dengan
ketiga orang Quraish tersebut, hendaklah ditulis dalam bahasa Quraish karena Al
Qur'an turun dalam dialek bahasa mereka. Setelah mengembalikan
lembaran-lembaran asli kepada Hafsah, ia mengirimkan tujuh buah mushaf, yaitu
ke Mekkah, Syam, Yaman, Bahrain, Bashrah, Kufah, dan sebuah ditahan di Madinah
(mushaf al-Imam).
Upaya penerjemahan
dan penafsiran Al Qur'an
Upaya-upaya
untuk mengetahui isi dan maksud Al Qur'an telah menghasilkan proses
penerjemahan (literal) dan penafsiran (lebih dalam, mengupas makna) dalam
berbagai bahasa. Namun demikian hasil usaha tersebut dianggap sebatas usaha
manusia dan bukan usaha untuk menduplikasi atau menggantikan teks yang asli
dalam bahasa Arab. Kedudukan terjemahan dan tafsir yang dihasilkan tidak sama
dengan Al-Qur'an itu sendiri.
Terjemahan
Terjemahan
Al-Qur'an adalah hasil usaha penerjemahan secara literal teks Al-Qur'an yang
tidak dibarengi dengan usaha interpretasi lebih jauh. Terjemahan secara literal
tidak boleh dianggap sebagai arti sesungguhnya dari Al-Qur'an. Sebab Al-Qur'an
menggunakan suatu lafazh dengan berbagai gaya dan untuk suatu maksud yang
bervariasi; kadang-kadang untuk arti hakiki, kadang-kadang pula untuk
arti majazi (kiasan) atau arti dan maksud lainnya.
Terjemahan
dalam bahasa Indonesia di antaranya dilaksanakan oleh:
1. Al-Qur'an dan Terjemahannya, oleh Departemen
Agama Republik Indonesia, ada dua edisi
revisi, yaitu tahun 1989 dan 2002
Terjemahan
dalam bahasa Inggris antara lain:
Terjemahan
dalam bahasa daerah Indonesia di antaranya dilaksanakan oleh:
1.
Qur'an Kejawen
(bahasa Jawa), oleh Kemajuan Islam Jogyakarta
2.
Qur'an Suadawiah
(bahasa Sunda)
3.
Qur'an bahasa Sunda
oleh K.H. Qomaruddien
4.
Al-Ibriz (bahasa
Jawa), oleh K. Bisyri Mustafa Rembang
6.
Al-Amin (bahasa
Sunda)
7.
Terjemahan Al-Qur'an
dalam bahasa Bugis (huruf lontara), oleh KH Abdul Muin Yusuf (Pimpinan Pondok
Pesantren Al-Urwatul Wutsqaa Benteng Sidrap Sulsel)
Tafsir
Upaya
penafsiran Al-Qur'an telah berkembang sejak semasa hidupnya Nabi Muhammad, saat
itu para sahabat tinggal menanyakan kepada sang Nabi jika memerlukan penjelasan
atas ayat tertentu. Kemudian setelah wafatnya Nabi Muhammad hingga saat ini
usaha menggali lebih dalam ayat-ayat Al-Qur'an terus berlanjut. Pendekatan
(metodologi) yang digunakan juga beragam, mulai dari metode analitik, tematik,
hingga perbandingan antar ayat. Corak yang dihasilkan juga beragam, terdapat
tafsir dengan corak sastra-bahasa, sastra-budaya, filsafat dan teologis bahkan
corak ilmiah.
Adab terhadap Al-Qur'an
Ada dua
pendapat mengenai hukum menyentuh Al-Qur'an terhadap seseorang yang sedang
junub, perempuan haid dan nifas. Pendapat pertama mengatakan bahwa jika
seseorang sedang mengalami kondisi tersebut tidak boleh menyentuh Al-Qur'an
sebelum bersuci. Sedangkan pendapat kedua mengatakan boleh dan sah saja untuk
menyentuh Al-Qur'an, karena tidak ada dalil yang menguatkannya.[3]
Pendapat pertama
Sebelum
menyentuh sebuah mushaf Al-Qur'an, seorang Muslim dianjurkan untuk menyucikan
dirinya terlebih dahulu dengan berwudhu. Hal ini berdasarkan tradisi dan
interpretasi secara literal dari surat Al Waaqi'ah ayat 77 hingga 79.
Terjemahannya
antara lain:56-77. Sesungguhnya Al-Qur'an ini adalah bacaan yang sangat
mulia, 56-78. pada kitab yang terpelihara (Lauhul Mahfuzh), 56-79. tidak
menyentuhnya kecuali orang-orang yang disucikan. (56:77-56:79)
Penghormatan
terhadap teks tertulis Al-Qur'an adalah salah satu unsur penting kepercayaan
bagi sebagian besar Muslim. Mereka memercayai bahwa penghinaan secara sengaja
terhadap Al Qur'an adalah sebuah bentuk penghinaan serius terhadap sesuatu
yang suci. Berdasarkan hukum pada
beberapa negara berpenduduk mayoritas Muslim, hukuman untuk hal ini dapat
berupa penjara kurungan dalam waktu yang lama dan bahkan ada yang
menerapkan hukuman mati.
Pendapat kedua
Pendapat kedua
mengatakan bahwa yang dimaksud oleh surat Al Waaqi'ah di atas ialah:
"Tidak ada yang dapat menyentuh Al-Qur’an yang ada di Lauhul Mahfudz sebagaimana ditegaskan oleh
ayat yang sebelumnya (ayat 78) kecuali para Malaikat yang telah disucikan oleh
Allah." Pendapat ini adalah tafsir dari Ibnu Abbas dan lain-lain sebagaimana
telah diterangkan oleh Al-Hafidzh
Ibnu Katsir di tafsirnya. Bukanlah yang
dimaksud bahwa tidak boleh menyentuh atau memegang Al-Qur’an kecuali orang yang
bersih dari hadats besar dan hadats kecil.
Pendapat kedua
ini menyatakan bahwa jikalau memang benar demikian maksudnya tentang firman
Allah di atas, maka artinya akan menjadi: Tidak ada yang menyentuh Al-Qur’an
kecuali mereka yang suci/bersih, yakni dengan bentuk faa’il (subyek/pelaku)
bukan maf’ul (obyek). Kenyataannya Allah berfirman : Tidak ada yang
menyentuhnya (Al-Qur’an) kecuali mereka yang telah disucikan, yakni dengan
bentuk maf’ul (obyek) bukan sebagai faa’il (subyek).
“Tidak ada
yang menyentuh Al-Qur’an kecuali orang yang suci” [4]Yang dimaksud oleh hadits di atas
ialah : Tidak ada yang menyentuh Al-Qur’an kecuali orang mu’min, karena
orang mu’min itu suci tidak najis sebagaimana sabda Muhammad. “Sesungguhnya
orang mu’min itu tidak najis”[5]
Hubungan dengan kitab-kitab lain
Berkaitan
dengan adanya kitab-kitab yang dipercayai diturunkan kepada nabi-nabi sebelum
Muhammad SAW dalam agama Islam (Taurat, Zabur, Injil, lembaran Ibrahim), Al-Qur'an dalam beberapa ayatnya menegaskan posisinya
terhadap kitab-kitab tersebut. Berikut adalah pernyataan Al-Qur'an yang
tentunya menjadi doktrin bagi ummat Islam mengenai hubungan Al-Qur'an dengan
kitab-kitab tersebut:
·
Bahwa Al-Qur'an
menuntut kepercayaan ummat Islam terhadap eksistensi kitab-kitab tersebut.
QS(2:4)
·
Bahwa Al-Qur'an
diposisikan sebagai pembenar dan batu ujian (verifikator) bagi kitab-kitab
sebelumnya. QS(5:48)
·
Bahwa Al-Qur'an
menjadi referensi untuk menghilangkan perselisihan pendapat antara ummat-ummat
rasul yang berbeda. QS(16:63-64)
·
Bahwa Al-Qur'an
meluruskan sejarah. Dalam Al-Qur'an terdapat cerita-cerita mengenai kaum dari
rasul-rasul terdahulu, juga mengenai beberapa bagian mengenai kehidupan para
rasul tersebut. Cerita tersebut pada beberapa aspek penting berbeda dengan
versi yang terdapat pada teks-teks lain yang dimiliki baik oleh Yahudi dan Kristen.
[1] CATATAN KAKI:
* Maksudnya,
al-Qur’an adalah ukuran untuk menentukan benar tidaknya ayat-ayat yang
diturunkan dalam kitab-kitab yang sebelumnya. (al-Qur’an dan terjemahannya,
DEPAG RI)
(SUMBER: Ushuul Fii
at-Tafsiir karya Syaikh Muhammad bin ‘Utsaimin, hal.9-11)